*

*

Ads

Sabtu, 10 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 116

Kota Ceng-tek merupakan kota yang cukup besar dan ramai. Kota ini merupakan semacam benteng pertahanan pula atau merupakan pintu menuju ke kota raja Peking, karena itu di kota ini terdapat benteng yang cukup besar dan kuat. Yang menjadi komandan pasukan di Ceng-tek adalah seorang jenderal bernama Lui Siong Tek, seorang laki-laki tinggi besar dan gagah perkasa, berusia empat puluh lima tahun.

Dia menguasai selaksa pasukan tetap dan dengan mudah dia akan memperlipat-gandakan pasukannya itu dengan pasukan-pasukan lain yang berada di sekeliling daerah itu, yang merupakan mata rantai pertahanan di utara di sebelah dalam Tembok Besar untuk melindungi kota raja dari serbuan-serbuan yang mungkin datang dari bangsa-bangsa liar di utara.

Sudah menjadi kebiasaan bahwa seorang pembesar yang mempunyai kekuasaan penuh di suatu daerah, akan merasa yang paling berkuasa, seolah-olah menjadi raja kecil di wilayah kekuasaannya. Pembesar itu akan lupa bahwa dia hanyalah seorang petugas yang bekerja untuk atasan di kota raja.

Dan seorang pembesar militer seperti Lui-goanswe ini, di waktu negara sedang aman dan tidak ada perang, akan menjadi malas dan lengah, membiarkan diri tenggelam dalam kesenangan-kesenaangan yang mudah saja didapat karena kekuasaan dan kekayaannya.

Demikian pula dengan Lui Siong Tek, karena wilayahnya dalam keadaan aman dan tenteram, diapun membiarkan dirinya hanyut dalam kesenangannya yang telah memperbudaknya sejak dia masih amat muda, yaitu bersenang-senang dengan wanita cantik.

Ketika Hui Song tiba di Ceng-tek, sebelum dia mengunjungi pembesar itu, dia lebih dahulu menyelidiki dan mencari keterangan perihal komandan yang menjadi panglima di benteng kota itu. Dan dia mendengar bahwa komandan itu adalah seorang yang gagah perkasa, yang pandai mengatur pasukan dan sudah amat terkenal, akan tetapi juga memiliki kelemahan, yaitu suka mengumpulkan wanita-wanita cantik dan mempunyai banyak selir yang tak terhitung banyaknya. Bahkan ada kabar angin bahwa pembesar itu kini mempunyai seorang selir baru dan setiap hari bersenang-senang dengan selir barunya itu.

Setelah mendapat keterangan dimana adanya pembesar itu, malam itu juga Hui Song lalu memasuki benteng melalui tembok benteng yang tidak terjaga ketat. Kalau pemimpinnya malas, anak buahnyapun tentu saja malas, dan kalau pemimpinnya lengah, anak buahnyapun lengah, maka penjagaan di sekitar benteng itupun tidak ketat.

Para penjaga hanya bergerombol di pintu gerbang, mengobrol atau bermain kartu sehingga dengan mudah Hui Song dapat melompati tembok dan meloncat ke sebelah dalam, menyelinap diantara bangunan-bangunan besar di dalam benteng itu dan dengan mudah saja dia dapat memasuki sebuah gedung terbesar di tengah benteng.

Itulah gedung tempat tinggal Lui-goanswe yang nampak sunyi saja, tanpa ada penjagaan di sekitar gedung, dan agaknya semua penghuninya telah tidur. Hui Song menyelinap masuk ke dalam gedung itu dan tak lama kemudlan dia sudah mengintai ke dalam sebuah ruangan yang terang dan dimana dia mendengar suara orang bercakap-cakap.

Ketika dia mengintai ke dalam, dia melihat seorang laki-laki tinggi besar dan berwajah gagah, mukanya dihias jenggot dan kumis lebat, berusia empat puluh tahun lebih, sedang makan minum dilayani oleh dua orang pelayan wanita muda dan di depannya duduk pula seorang wanita cantik.

Melihat wanita itu, jantung Hui Song berdebar keras dan dia kaget sekali karena dia mengenal baik wanita cantik ini yang bukan lain adalah Gui Siang Hwa, wanita yang pernah memperdayainya dan nyaris membunuhnya, murid dari Raja Iblis itu!

Dan ternyata bahwa pada saat dia mengintai, mereka sudah selesai makan. Tiba-tiba wanita cantik itu bangkit berdiri dan berkata kepada dua orang pelayan wanita,

"Bersihkan meja!" lalu ia menggandeng tangan pria itu dan dengan sikap manja menariknya bangkit dari kursinya.

Pria itu hanya tersenyum dan Hui Song melihat bahwa keduanya hanya memakai pakaian tidur yang tipis dan longgar saja. Karena dia tahu betapa lihainya Gui Siang Hwa, Hui Song merasa terheran-heran melihat hadirnya gadis iblis itu di tempat itu, cepat dia meloncat dan menyelinap ke dalam sebuah kamar yang berdekatan dengan ruangan itu karena dia melihat kamar itu terbuka daun pintunya dan kosong. Tempat itulah yang paling baik untuk bersembunyi. Sebelum dia menghadap Lui-goanswe, dia harus lebih dahulu menyelidiki apa artinya murid Raja Iblis itu berada di tempat ini.

Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kaget hatinya ketika dia mendengar suara langkah kaki dan percakapan dua orang itu menuju ke kamar dimana dia telah bersembunyi. Celaka, pikirnya. Agaknya dia telah salah masuk dan yang dimasukinya agaknya malah kamar tidur mereka! Tidak ada waktu lagi untuk keluar dari situ, maka jalan satu-satunya bagi Hui Song hanyalah bersembunyi dan cepat dia menyusup ke bawah tempat tidur.






Dan tepat seperti yang diduganya, langkah kaki itu menuju ke kamar dan dari bawah tempat tidur, di bawah kain tilam tempat tidur itu, dia dapat melihat dua pasang kaki memasuki kamar itu, lalu daun pintu ditutup dan sambil tertawa-tawa mereka berdua langsung saja menuju ke tempat tidur!

Tempat tidur berderit ketika tertimpa pinggul wanita itu yang sudah merangkul sang pria yang ditariknya duduk di sampingnya.

"Aih, manis, kenapa engkau begini tergesa-gesa? Baru saja kita habis makan...!" kata pria itu yang bukan lain adalah Jenderal Lui Siong Tek berkata sambil tertawa menerima cumbuan wanita cantik yang bertubuh menggiurkan itu.

"Hemm, siapa sih yang kepingin? Apa kau kira aku tergesa-gesa mengajakmu tidur? Tak tahu malu...!" Dengan sikap genit wanita itu mencela.

"Ha-ha-ha, engkau menarikku dari meja makan, lalu kini menarik-narikku ke atas tempat tidur, mau apalagi kalau..."

"Pikiranmu memang penuh dengan itu-itu saja!" Siang Hwa terkekeh manja dan merangkul leher pria itu. "Aku tidak mau bicara di depan para pelayan maka aku tergesa-gesa mengajakmu masuk kamar. Bukan untuk itu, melainkan untuk bicara."

"Bicara apakah, Siang Hwa? Engkau minta apakah?"

"Lui-ciangkun, benarkah... benarkah engkau cinta padaku...?"

Jenderal itu merangkul dan menciumnya.
"Aihhh, Siang Hwa, masihkah engkau tidak yakin akan cintaku? Semenjak kita berjumpa di hutan itu, ketika aku berburu dan engkau berjalan sendirian, aku sudah menyangka engkau seorang bidadari dan aku sudah jatuh cinta padamu."

"Ciangkun, sudah sepekan lebih aku berada disini, melayanimu dengan sepenuh hati, akan tetapi mengapa engkau belum juga mau memenuhi permintaanku, tidak mau membalaskan dendam sakit hatiku?"

"Aaahh... itu...?"

Tiba-tiba saja jenderal itu kehilangan kegembiraan dan gairahnya, lalu duduk di tepi tempat tidur. Hui Song cepat menyusup ke dalam kolong lagi, menarik kepalanya yang tadinya dikeluarkan agar dia dapat mendengar dan melihat lebih jelas, karena setelah jenderal itu duduk di tepi tempat tidur, dia akan dapat kelihatan kalau menjulurkan kepalanya.

"Ciangkun, sejak kita saling jumpa dan saling mencinta, tidak ada permintaan lebih dariku kecuali yang satu itu. Lui-ciangkun, aku telah menyerahkan segala-galanya kepadamu, hanya untuk itu..."

Jenderal itu mengerutkan alisnya dan kelihatan berduka.
"Sayangku, kenapa justeru itu yang kau minta? Mintalah yang lain. Apa saja tentu akan kupenuhi, kecuali itu. Aku adalah seorang panglima yang setia, yang sejak nenek moyangku menjunjung tinggi nama dan kehormatan, mana mungkin engkau memintaku agar aku memberontak terhadap pemerintah?"

Hui Song terkejut bukan main mendengar ini. Ah, dia mengerti sekarang. Gadis iblis ini tentu sedang melakukan tugasnya, dan tugas itu adalah menggoda dan membujuk panglima benteng Ceng-tek ini untuk bersekutu dengan pemberontak! Kiranya Raja Iblis sudah mendengar akan kelemahan jenderal ini terhadap wanita cantik, maka menyuruh muridnya sendiri yang selain lihai juga cantik manis itu untuk menjebak sang jenderal den kini Siang Hwa sedang menjalankan peranannya dengan amat baik.

Mendengar ucapan sang jenderal, Siang Hwa membujuk-bujuk lagi.
"Ciangkun, di dalam hidupku ini tidak ada lagi hal lain yang kuinginkan kecuali membalas dendam. Ayah bundaku, saudara-saudaraku semua tewas oleh pemerintah, difitnah dan dihukum mati sekeluargaku! Aku harus membalas dendam dan satu-satunya jalan hanyalah memberontak terhadap pemerintah! Ciangkun, engkau memegang kekuasaan atas puluhan ribu tentara, betapa akan mudahnya kalau engkau mau memenuhi permintaanku itu..."

"Hushhh... diamlah dan jangan bicara lagi tentang hal itu, sayang. Mudah saja kau bicara begitu. Kalau bukan engkau yang bicara, tentu sudah kutangkap atau kubunuh karena kata-katamu itu berarti pemberontakan. Dan mudah saja melawan pemerintah, ya? Apa artinya balatentara puluhan ribu ini menghadapi balatentara pemerintah yang ratusan ribu? Sudahlah, jangan melamun yang bukan-bukan dan anggap saja malapetaka yang menimpa keluargamu itu memang sudah menjadi nasibmu yang ditentukan takdir."

"Ciangkun, kiraku bukan aku saja yang mendendam kepada pemerintah. Engkau dapat mencari kawan-kawan dalam hal ini, dan aku sanggup mencarikan kawan-kawan sehaluan. Lui-ciangkun, aku... aku akan mencintamu sampai mati kalau engkau mau memenuhi permintaanku ini..." Dan wanita itu merangkul dan menciumi. Akan tetapi tiba-tiba jenderal itu menghardik.

"Siang Hwa, cukup! Aku tidak mau bicara lagi tentang hal itu! Kau dengar baik-baik, aku adalah seorang panglima yang setia, kehormatan dan kesetiaanku lebih berat daripada dirimu, bahkan leblh berat daripada nyawaku sendiri, mengerti?"

Diam-diam Hui Song merasa kagum juga kepada jenderal ini. Boleh jadi dia memiliki kelemahan terhadap wanita, mata keraniang dan menjadi hamba nafsu kelamin, akan tetapi harus diakui bahwa dia seorang laki-laki yang gagah dan teguh pendiriannya.

"Bagus! Begitukah, ciangkun? Setelah kuserahkan segala-galanya selama sepekan ini kepadamu, menyenangkan hatimu, menahan kemuakan hatiku sendiri, semua itu hanya untuk sia-sia belaka? Kalau begitu, ketahuilah bahwa aku adalah murid dari Pangeran Toan Jit-ong yang akan memimpin pemberontakan, dan karena penampikanmu, engkau tidak boleh hidup lebih lama lagi!"

Hui Song terkejut bukan main dan seperti kilat cepatnya dia sudah menerobos keluar dari dalam kolong tempat tidur. Namun terlambat. Dia mendengar jenderal itu memekik keras dan tubuh yang tinggi besar itu terguling roboh di atas lantai tanpa nyawa lagi karena jari-jari tangan gadis iblis itu telah menusuk pelipisnya!

Gui Siang Hwa telah menyambar segulung kertas dari atas meja, akan tetapi gadis itu terkejut setengah mati ketika tiba-tiba muncul seorang pemuda dari kolong tempat tidur, apalagi ketika di bawah sinar lampu ia melihat dan mengenal wajah pemuda itu.

"Kau... kau... Cia Hui Song...!" Serunya dengan suara gemetar dan muka berobah pucat.

"Perempuan jahat!"

Hui Song memaki marah karena dia melihat betapa munculnya terlambat dan jenderal itu tidak dapat ditolong lagi. Maka diapun segera langsung menyerang ke arah wanita itu dengan maksud untuk merobohkannya dan menangkapnya, apalagi dia melihat bahwa Siong Hwa mengambil gulungan kertas yang menurut dugaannya tentu merupakan benda penting.

Akan tetapi, tiba-tiba wanita itu tertawa dan tangan kirinya bergerak ke depan. Sinar hijau yang berbau harum menyambar ke arah muka Hui Song. Pemuda ini sudah mengenal kelicikan dan kelihaian wanita itu, maka diapun mengelak dengan lemparan diri ke kiri. Kesempatan itu dipergunakan oleh Siang Hwa untuk melompat keluar dari dalam kamar terus melarikan diri dalam keadaan masih memakai pakaian dalam dan kedua kakinya telanjang tanpa sepatu.

"Mau lari kemana kau?" bentak Hui Song sambil mengejar.

Akan tetapi, suara ribut-ribut itu memancing datangnya serombongan penjaga dan Hui Song mendengar Siang Hwa berkata,

"Tolong, pengawal...! Penjahat itu membunuh Lui-ciangkun...!"

Karena para pengawal mengenal Siang Hwa sebagai kekasih baru Jenderal Lui, mereka percaya dan serta merta mereka menghadang dan menyerang Hui Song dengan senjata mereka!

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: