*

*

Ads

Rabu, 27 Desember 2017

Harta Karun Jenghis Khan Jilid 11

"Ha-ha, biruangnya tentu hanya babi, ki-lin itu tak salah lagi tentu babi hutan, naga hitam itu boleh jadi hanya daging ular hitam saja, dan srigala itu, apa lagi kalau bukan anjing?"

Mereka tertawa-tawa dan ketika pelayan datang, mereka bertanya dan memang sebagian besar dugaan Thian Sin tadi benar adanya.

"Selain untuk penambah selera, juga untuk menguji kecerdasan tamu yang suka menduga-duga." kata si pelayan sambil tersenyum ramah.

Maka sibuklah Kim Hong memillh masakan yang namanya serem-serem dan aneh-aneh itu. Ada yang disebut "siluman laut bongkok" yang ternyata hanyalah udang besar saja! Rajawali leher panjang ternyata hanya bebek! Betapapun juga, setelah hidangan dikeluarkan, sepasang muda mudi ini harus mengakui bahwa masakan di rumah makan itu memang istimewa lezatnya.

Ketika mereka berkelakar tentang nama-nama hebat dari masakan-masakan itu, seorang pemuda yang telah lebih dulu duduk tak jauh dari meja mereka, memandang kepada mereka dengan wajah ramah.

Thian Sin melihat ini dan diam-diam dia memuji wajah yang tampan dan sepasang mata yang kelihatan cerdas itu. Akan tetapi, ketika pernah satu kali Kim Hong bertemu pandang mata dengan pemuda itu, ia tersenyum dan kedua pipinya menjadi agak merah. Sebagai wanita, ia segera merasa betapa sinar mata yang ditujukan kepadanya itu penuh dengan kekaguman dan kegairahan yang tidak disembunyikan.

Kalau saja si pemandang tidak berkenan di hatinya, tentu Kim Hong sudah marah, akan tetapi, ada sesuatu pada wajah pemuda itu yang menarik hatinya, wajah tampan dan halus, sinar mata tajam dan dagu yang membayangkan kegagahan. Seorang pemuda yang tentu bukan orang sembarangan, pikirnya. Pula, melihat betapa pemuda itu diam-diam memperhatikan mereka dan tersenyum serta bersikap ramah bersahabat terhadap mereka, diam-diam di dalam hati Thian Sin dan Kim Hong sudah timbul kecurigaan.

Mereka saling pandang dan tahu akan isi hati masing-masing yang menaruh curiga terhadap pemuda tampan itu. Siapa tahu, itulah ikan kakap yang mereka nanti-nanti selama dua hari ini! Secara sambil lalu, mereka mulai memperhatikan pemuda itu.

Seperti juga mereka, pemuda itu memesan beberapa macam masakan dan kelihatannya cukup royal, sungguhpun tidak sangat gembul karena masakan-masakan itu hanya dicicipi sedikit-sedikit saja. Akan tetapi pemuda itu sungguh kuat sekali minum arak. Sudah ada sepuluh cawan diminumnya, dan mukanya masih nampak berseri, sama sekali tidak menjadi pucat atau merah seperti biasanya kalau orang mulai terpengaruh arak.

Pemuda itu berusia kurang lebih duapuluh tiga tahun, pakaiannya seperti pelajar, sederhana walaupun terbuat dari sutera yang cukup halus. Ketika itu, guci kecil araknya sudah kosong dan diapun menggapai kepada seorang pelayan yang lewat dekat. Setelah pelayan mendekat, dengan suara yang cukup lantang sehingga dapat terdengar oleh Thian Sin dan Kim Hong, pemuda itu bertanya, sambil memandang catatan pada daftar makanan,

"Bung, selain Arak Bunga Surga seperti yang kau suguhkan tadi, apakah ada Arak Dewa Panjang Usia yang disimpan di dalam kamar pusaka dengan kunci emas?"

Suaranya berlagu, terdengar lucu seperti orang membaca sajak sehingga beberapa orang menengok dan tersenyum. Pelayan itu sendiri tertawa.

"Ha-ha-ha-ha, kongcu pandai sekali membuat nama yang bagus. Biar saya usulkan kepada majikan agar menambahkan nama itu. Arak Dewa Panjang Usia! Bagus sekali!" kata si pelayan. "Akan tetapi sayang, arak yang ada disini, yang terbaik hanyalah Arak Bunga Sorga tadi."

"Baiklah, tambah seguci lagi." kata si pemuda yang wajahnya bulat itu. Alisnya yang hitam tebal itu bergerak-gerak, matanya berkilat dan senyumnya berseri. "Awas, jangan keliru mengambilkan Arak Bunga Neraka, ya?"

Beberapa orang tertawa keras atas kelakar pemuda ini. Thian Sin dan Kim Hong saling pandang. Bagi mereka, yang terpenting adalah disebutnya "kunci emas" tadi oleh si pemuda. Tak salah lagi, tentu pemuda ini mempunyai hubungan dengan urusan yang sedang mereka selidiki. Seorang utusan lainkah? Kalau benar demikian, sungguh luar biasa sekali kepala penjahat itu. Bermacam-macam saja pembantunya.

Ataukah pemuda ini tidak sengaja dan hanya kebetulan saja menyebut kunci emas tadi? Kelihatannya begitu tenang saja, tidak memperlihatkan tanda-tanda hendak menghubungi mereka. Pemuda itu minum lagi sambil menyumpit hidangan di depannya, kemudian dengan lagak orang mabok, menggoyang-goyang kepala sedikit padahal matanya masih bening, diapun bernyanyi.

"Mengganyang kaki biruang
melahap sup naga
mengunyah daging srigala
minum arah bunga sorga!
betapa enak tak terkira
akan tetapi biruang naga dan srigala
mengepung diri kita!
betapa mengerikan jadinya! Hiiiiiihh!"






Kembali terdengar orang tertawa disana sini mendengar sajak yang lucu ini. Kim Hong juga memandang dan memang pemuda tampan itu nampak lucu ketika menggoyang-goyang kepala sambil membaca sajak itu. Apalagi kata terakhir yang membayangkan ketakutan itu, diucapkan dengan mata terbelalak dan muka membayangkan kengerian.

Thian Sin berbisik,
"Dia inikah...?"

Kim Hong menggeleng.
"Entah, tapi dia lucu."

Pada saat itu nampak seorang gadis muda memasuki rumah makan, disambut dengan penuh kehormatan oleh kepala pelayan sendiri.

"Selamat sore, nona. Silahkan duduk. Apakah nona sudah pesan seperti biasa? Untuk beberapa orangkah?"

Gadis itu tersenyum dan jantung Thian Sin berdebar. Gadis yang manis dan memiliki daya pesona yang kuat! Terutama sekali lesung pipit di pipi kiri dan tahi lalat kecil di bawah mata kanan itu. Sungguh menyegarkan mata! Usia gadis itu kurang lebih dua puluh satu tahun dan melihat dandanannya, tentu seorang nona yang kaya raya. Pinggangnya tidak seramping pinggang Kim Hong, akan tetapi dada dan pinggul yang membusung itu mendatangkan gairah.

"Kali ini aku sendirian saja, Kwa-lopek. Sediakan masakan kesukaanku, cepatan sedikit karena aku tidak akan lama disini." jawab gadis itu dan dari percakapan antara gadis itu dan si kepala pelayan, mudah diduga bahwa tentu gadis ini amat dikenal dan merupakan seorang langganan yang baik dari restoran besar ini.

Thian Sin juga melihat betapa beberapa orang yang berada disitu, mengangguk dengan hormat kepada si nona manis.

"Lopek, aku ingin duduk di meja ini, tidak begitu panas disini, memperoleh angin dari luar. Malam ini panas sekali!" katanya sambil mengipasi leher dengan kipasnya. Bau harum menyambar ke arah meja Thian Sin dari gerakan kipas itu.

Meja yang dipilih adalah meja yang berdekatan dengan meja Thian Sin, diantara meja pendekar itu dan meja pemuda yang bersajak tadi. Akan tetapi meja itu dipakai oleh dua orang laki-laki bersama isteri mereka. Ketika mendengar bahwa nona itu memilih meja mereka, empat orang itu cepat-cepat bangkit berdiri dan berkata kepada kepala pelayan,

"Biarlah hidangan kami dipindahkan ke meja lain agar meja ini dapat dipakai oleh nona..."

Gadis manis itu hanya memandang kepada mereka dengan anggukan sedikit sebagai pernyataan terima kasih. Mendongkol juga rasa hati Kim Hong melihat ini.

"Ini namanya tidak mengenal budi!" katanya agak keras sehingga tentu saja terdengar oleh nona itu, akan tetapi karena ia bicara bukan sebagai penyerang langsung, nona itupun hanya melirik saja.

Setelah dua pasangan itu pindah dan meja dibersihkan, nona itu lalu duduk sambil mengipasi lehernya. Kemudian diamblinya sebuah tas kecil, dibukanya dan dibereskan rambutnya sambil memandang sebuah cermin kecil yang berada di dalam tas.

Akan tetapi, Thian Sin yang berada di belakang gadis itu agak ke samping, sempat melihat cermin itu dan melihat sepasang mata jeli memandang langsung kepadanya, kemudian sebuah diantara dua mata jeli itu berkedip kepadanya! Kedipan yang disengaja, kedipan yang ada maksudnya! Dan kini nampak sepasang bibir merah di cermin itu tersenyum kepadanya, memperlihatkan deretan gigi putih mengintai dari balik daging merah mulut itu! Sebuah tantangan yang manis!

Akan tetapi, kalau Thian Sin tertarik memandang kepada gadis manis itu melalui cermin didalam tas yang sengaja diarahkan kepadanya, Kim Hong sebaliknya diam-diam memperhatikan pemuda yang bersajak tadi. Pemuda itupun jelas kelihatan tertarik sekali kepada gadis ini, dan wajah yang tadinya mengandung seri jenaka itu kini berobah serius, akan tetapi tetap saja kekaguman terbuka terpancar dari matanya ketika memandang gadis itu, seperti ketika memandang kepadanya.

Diam-diam ada rasa tidak enak di hati Kim Hong, seolah-olah ia merasa bahwa ia telah memperoleh seorang saingan yang cukup berat! Maka ia mengerling ke arah gadis itu dan matanya yang tajam sempat melihat wanita itu mempermainkan cermin kecil di dalam tasnya. Akan tetapi, biarpun ia tahu bahwa melalui cemain itu si gadis manis tentu sedang menyelidiki sesuatu, Kim Hong tidak tahu bahwa wajah Thian Sin-lah yang terpantul di dalam cermin yang dipermainkan oleh jari-jari tangan gadis itu.

Tentu saja, sebasai seorang langganan yang baik, pesanan nona itu memperoleh pelayanan yang cepat sekali. Sebentar saja, semua hidangan yang dipesannya telah datang, diatur diatas meja depan nona itu, mengepulkan uap panas. Karena ia hanya seorang diri saja, maka yang dipesannya hanya empat macam masakan dan meja itu terlalu besar baginya, masih sebagian besar meja yang kosong.

Nona itupun mulai makan dengan sikap tenang, sedikitpun tidak merasa canggung biarpun ia tahu bahwa banyak pasang mata pria memandang kepadanya, sebagian besar secara melirik sembunyi-sembunyi, kecuali mata beberapa orang pria, termasuk mata pemuda sastrawan tadi yang duduk berhadapan dengannya, dari mata Thian Sin yang duduk di arah belakangnya.

Thian Sin melihat pula betapa pemuda sastrawan itu menatap wajah orang yang sedang makan dengan asyik sekali. Hemm, agaknya dia akan membuat sajak dari gerakan mulut gadis yang sedang makan itu, pikirnya mendongkol karena tempat duduk pemuda itu lebih "strategis" dibanding dengan tempat duduknya yang hanya memungkinkan dia memandang wajah itu dari samping agak belakang saja.

"Huh, jalangmu kumat pula!"

Tiba-tiba terdengar bisikan Kim Hong dan sebuah cubitan pada pahanya hampir membuat Thian Sin menjerit.

"Hushhh..." Bisiknya membalas. "Siapa tahu ia kakap pula..."

"Memang kakap untuk kejalanganmu!"

Kim Hong masih panas hatinya. Melihat pemuda sastrawan itu agaknya mengalihkan perhatian, tertarik kepada si gadis yang baru datang saja sudah membuat hatinya panas, merasa tersaing. Apalagi melihat Thian Sin juga longak longok! Ia mengenal watak Thian Sin yang romantis, yang suka akan kecantikan wanita dan mudah jatuh hatinya terhadap wajah cantik, akan tetapi iapun tahu bahwa di lubuk hatinya, Thian Sin hanya mencinta ia seorang. Dan iapun tahu bahwa ia tidak dapat menyalahkan Thian Sin, karena ia sendiri selalu tertarik dan kagum kalau melihat pria tampan dan gagah, walaupun cintanya hanya untuk Thian Sin seorang.

Tiba-tiba semua orang menengok ketika melihat masuknya seorang laki-laki tinggi besar yang berjalan agak sempoyongan. Jelaslah bahwa laki-laki tinggi besar ini sudah agak mabok, maka sungguh mengherankan sekali. Mengapa orang yang sudah agak mabok, yang berarti sudah terlalu banyak minum arak, sekarang memasuki restoran? Seorang pelayan segera menyambutnya.

"Tuan hendak makan? Silahkan, di sudut belakang masih ada meja kosong."

Biarpun di ruangan depan juga masih ada beberapa buah meja yang kosong, akan tetapi pelayan yang cerdik ini sengaja memilihkan di sudut belakang agar orang tinggi besar yang sudah agak mabok dan kelihatannya kasar ini tidak mengganggu tamu-tamu lainnya.

Si tinggi besar yang usianya hampir empat puluh tahun itu melotot. Mukanya kasar dan kumis serta jenggotnya tidak terpelihara, pakaiannya juga kumal akan tetapi keseluruhan tubuhnya membayangkan kekuatan dan kekasaran.

"Apa katamu? Di belakang? Tidak. Aku ingin duduk di meja ini!"

Sambil berkata demikian, dia menunjuk ke arah meja yang sudah ditempati nona manis yang sedang makan itu.

Pelayan itu terkejut.
"Harap tuan tidak membikin ribut, meja ini sudah ditempati oleh nona ini, apakah tuan tidak melihatnya?"

Harta Karun Jenghis Khan







Tidak ada komentar: