*

*

Ads

Kamis, 22 Februari 2018

Asmara Berdarah Jilid 077

"Apakah aku berhadapan dengan pangeran yang dijuluki Raja Iblis?"

Siangkoan Lo-jin bertanya, tongkatnya mengetuk-ngetuk permukaan batu besar untuk mengenal keadaan.

"Kami adalah Pangeran Toan Jit-ong," untuk pertama kalinya terdengar kakek berambut putih riap-riapan itu bicara, suaranya halus dan tenang berwibawa, seperti suara dan sikap seorang bangsawan tinggi. "Kamu tentu orang she Siangkoan itu. Menyerahlah dan kami akan mengampunimu, dan mengangkatmu menjadi pembantu kami!"

"Manusia sombong! Aku baru mau menyerah kalau kalah olehmu dan aku lebih baik mati kalau sampai kalah oleh orang lain!" Berkata demikian, si buta sudah menggerakkan tongkatnya.

"Wirrrr... siuuuuttt...!"

Nampak sinar hitam bergulung-gulung lalu mencuat ke arah kakek rambut putih yang mengaku bernama Pangeran Toan Jit-ong itu. Serangan ini dahsyat sekali karena tongkat kayu cendana itu digerakkan dengan tenaga sin-kang yang amat kuat.

Pangeran yang dijuluki Raja Iblis itu agaknya mengenal serangan ampuh, maka cepat dia menggerakkan tubuhnya. Yang mengagumkan adalah bahwa gerakannya itu seenaknya saja tidak tergesa-gesa dan hanya menarik kaki menggeser tubuh dan serangan tongkat itu luput dan lewat di samping tubuhnya.

Akan tetapi, kakek buta itu lihai bukan main. Biarpun matanya buta, akan tetapi pendengarannya dapat mengikuti semua gerakan lawan dan biarpun tongkatnya luput dalam serangan pertama, akan tetapi tongkat itu seperti hidup dapat mengejar lawan dengan susulan serangan yang lebih dahsyat lagi, kini menghantam dari atas ke bawah!

"Wuuuttt... tarrr...!"

Bunga api berpijar ketika tongkat itu menghantam batu dan debu berhamburan. Hebat bukan main tenaga pukulan ini. Batu besar itu tergetar dan dapat dibayangkan kalau hantaman seperti itu mengenai kepala atau anggauta badan lainnya.

Sampai lima kali pangeran yang kini menjadi datuk sesat itu mengelak, dengan gerakan seenaknya saja, kemudian tahu-tahu tubuhnya mencelat ke tempat tadi dalam keadaan duduk bersila.

"Kamu orang buta masih tidak berharga menjadi lawan kami!" katanya dan diapun sudah memejamkan kedua matanya.

Agaknya sikap ini mudah dimengerti oleh isterinya. Nenek itu yang tadinya juga duduk bersila, sudah meloncat ke depan, menyambut si buta yang menjadi marah dan mengejar lawan yang meninggalkannya. Ketika dia mendengar suara nenek itu bergerak menyambutnya, dia menggerakkan tongkatnya menyapu dari samping.

Wanita berambut putih itu mengelak dengan loncatan tinggi. Ketika tongkat lewat di bawah kakinya, nenek itu membalas serangan dengan tamparan tangan dari atas. Akan tetapi, Siangkoan Lo-jin sudah melanjutkan babatan tongkat tadi dengan membalikkan tongkatnya dan kini gagang tongkat yang berbentuk kepala ular atau naga itu menyambut serangan nenek itu dengan dorongan kuat!

Hampir saja Ratu Iblis itu celaka ketika gagang tongkat itu menyambut dadanya langsung dari depan. Namun ia lihai sekali, dalam keadaan meloncat tadi, selagi tubuhnya melayang di udara dan didorong tongkat, tiba-tiba rambutnya menyambar ke depan ketika ia menggerakkan kepala dan ribuan helai rambut membelit ujung tongkat.

Tubuhnya terbawa oleh gerakan tongkat sehingga tubuh itu terpelanting, akan tetapi berkat rambutnya yang bertahan pada tongkat, ia tidak sampai terkena dorongan, juga tidak sampai terbanting ke atas batu.

Siangkoan Lo-jin terkejut sekali ketika tubuh lawan menempel seperti lintah pada tongkatnya. Ia tidak dapat melihat, juga tidak dapat mengikuti gerakan rambut yang halus itu, hanya mengira bahwa lawannya tentu mempergunakan semacam senjata lemas untuk menangkap ujung atau gagang tongkatnya. Maka dia segera memutar tongkatnya agar tubuh itu ikut terputar dengan cepat.

Untung bagi Ratu Iblis bahwa ia dapat menduga maksud lawan. Kalau sampai ia terbawa berputar oleh tongkat pada rambutnya, ia dapat celaka, terbanting keras atau rambutnya tercabut dari kepala!






Namun nenek ini cerdik sekali. Ia dapat menduga siasat lawan, maka cepat ia melepaskan rambutnya pada satu kali putaran, dan dengan berjungkir balik di udara sampai lima kali ia dapat mematahkan tenaga putaran itu dan melayang turun ke atas batu. Namun Iblis Buta sudah menyambutnya lagi dengan hantaman-hantaman dahsyat, membuat nenek itu terpaksa berloncatan ke sana-sini dengan sigapnya, seperti seekor lalat saja.

"Dinda, jangan main-main, cepat bereskan dia!" terdengar kakek yang duduk bersila itu berkata.

Dan tiba-tiba saja terdengar suara getaran lembut, seperti suara nyamuk yang beterbangan di dekat telinga. Akan tetapi suara mendangung itu makin lama semakin kuat sehingga menusuk telinga.

Sui Cin terkejut sekali. Suara mendengung yang tadinya lembut seperti nyamuk itu, kini benar-benar merupakan suara yang amat menyiksa dan tahulah ia bahwa suara itu dikeluarkan oleh Raja Iblis, suara mengandung khi-kang yang amat kuat, semakin lama semakin kuat.

Terpaksa ia harus mengerahkan sin-kang untuk bertahan, karena ia tahu bahwa kalau dibiarkan saja, kekuatan yang tersembunyi dalam suara itu akan merusak jantungnya, dan akan merusak telinganya. Ketika ia melirik ke arah Hui Song, iapun melihat betapa pemuda itu juga sedang mengerahkan tenaga sin-kang untuk melawan suara yang menyiksa itu. Juga dua orang kakek sakti. Maka tahulah Sui Cin bahwa memang suara mendengung itu amat kuat.

Dan kini terjadi perobahan pada perkelahian di atas batu besar. Kalau tadi Siangkoan Lo-jin menggerakkan tongkatnya dengan ganas sehingga Ratu Iblis sibuk mengandalkan gin-kangnya untuk mengelak terus-menerus, kini nampak seperti orang kebingungan.

Jelas bahwa dia terserang suara itu dan hal ini sungguh membuat dia bingung. Biarpun dengan sin-kangnya yang kuat dia mampu bertahan dan suara mendengung itu tidak sampai melukainya, namun tetap saja pendengarannya terganggu. Padahal, untuk berkelahi, dia hanya mengandalkan pendengaran sepenuhnya.

Kini pendengarannya terganggu suara berdengung yang semakin kuat itu menggetarkan anak telinga dan dia tidak mungkin lagi dapat mengikuti gerakan Ratu Iblis dengan seksama. Maka, kini dia hanya memutar tongkatnya secara ngawur saja seperti sebuah perahu tanpa kemudi dan tanpa kompas. Sudah tentu saja menghadapi seorang lawan selihai Ratu Iblis, tidak mungkin dilawan dengan pemutaran tongkat secara ngawur.

"Plakk!"

Sebuah tamparan yang amat keras dari tangan kiri Ratu Iblis mengenai telinga kanan Siangkoan Lo-jin. Tamparan itu masuk menyelinap melalui putaran tongkat dan sama sekali tidak mampu dielakkan atau ditangkis oleh Siangkoan Lo-jin yang kini benar-benar menjadi seperti buta-tuli itu.

"Ahhh...!"

Tubuh kakek itu terpelanting. Tamparan itu amat keras, bukan hanya mengandung tenaga sin-kang akan tetapi juga mengandung hawa beracun. Seketika muka kakek buta itu yang sebelah kanan menjadi kehijauan dan telinga kanannya menjadi rusak. Darah segar mengalir keluar dari telinga itu!

Akan tetapi kakek buta itu memang hebat bukan main. Setua itu dia masih memiliki daya tahan yang mengagumkan. Padahal, kalau orang lain yang terkena pukulan seperti itu, tentu akan roboh dan tewas, atau setidaknya terluka parah dan tidak mampu melawan lagi.

Kakek ini begitu terpelanting, mempergunakan tongkatnya melindungi tubuh agar tidak menerima serangan susulan, lalu sekali menggerakkan tubuh dia sudah meloncat bangkit lagi dan memutar tongkatnya. Kini begaikan orang gila dia mengamuk, memutar tongkatnya dan kakinya meraba-raba sambil melangkah ke kanan kiri dengan tegapnya! Darah yang bercucuran keluar dari telinga kanannya tidak mengurangi kegesitannya.

Akan tetapi, sekarang dia sungguh tidak berdaya, seperti seekor tikus menghadapi seekor kucing yang mempermainkan dirinya. Telinga kanannya sudah rusak, telinga kirinya seperti tuli saja karena dipenuhi suara mendengung-dengung yang keluar dari dalam kerongkongan Raja Iblis.

Kini tahulah Sui Cin bahwa Raja Iblis itu secara lihai sekali menyerang dengan suara dan membuat Iblis Buta menjadi tidak berdaya sama sekali. Sungguh cerdik dan licik! Pantas saja dia tidak mau melawan Siangkoan Lo-jin yang dianggapnya terlalu rendah atau terlalu lemah. Kiranya sekali berhadapan, Raja Iblis itu telah tahu apa yang harus dilakukan untuk melumpuhkan lawan sehingga isterinya saja sudah lebih dari cukup untuk menghadapi lawan ini.

"Desss...!"

Kembali Ratu Iblis memukul dan sekali ini pukulannya mengenai telinga kiri kakek buta itu. Darah kini mengucur keluar dari telinga kiri yang rusak dan tubuhnya terhuyung-huyung. Akan tetapi dia masih dapat bertahan dan tidak roboh! Kembali dia memutar tongkatnya.

Sui Cin mengerutkan alisnya. Ia melihat betapa nenek berambut putih itu tersenyum dingin, senyum yang amat keji dan sinar mata yang mencorong itu kini berkilauan seperti mata seekor binaang buas yang haus darah. Penuh kesadisan! Tahulah ia bahwa nenek itu sengaja tidak mau merobohkan lawan, melainkan hendak mempermainkannya lebih dahulu.

Tiba-tiba suara mendengung itu lenyap dan sungguh hal ini mendatangkan perasaan amat tidak enak dalam hati. Kalau tadi ada suara mendengung-dengung sehingga ia terpaksa harus mengerahkan tenaga sin-kang untuk melawan, kini tiba-tiba suara itu lenyap dan telinganya masih saja mendengar suara dengungan itu, seakan-akan selamanya tidak akan mau meninggalkan telinga.

Dan perasaan tidak enak ini dapat nampak pada wajah semua orang yang berada di situ dan yang tadipun semua mengerahkan sin-kang melawan suara yang menyiksa itu. Sungguh hebat sekali serangan suara Raja Iblis.

Agaknya memang benar dugaan Sui Cin. Kini Ratu Iblis itu mempermainkan Siangkoan Lo-jin yang sudah tidak dapat menggunakan pendengarannya lagi. Wanita itu berloncatan ke sana-sini dan begitu tiba di belakang kakek yang mengamuk ke depan, ia mengirim tamparan. Tidak cukup keras untuk mematikan lawan, akan tetapi juga tidak terlalu perlahan karena setiap kali terkena tamparan, tubuh kakek itu terputar-putar dan terhuyung-huyung.

Muka kakek itu sudah berlumuran darah. Darah bercucuran dari mulut, hidung, telinga, bahkan kedua matanya menjadi sasaran-sasaran pukulan ringan yang cukup membuat biji mata yang tak dapat melihat itu pecah-pecah dan berdarah. Namun kakek itu dengan semangat pantang mundur melawan terus dengan napas terengah-engah!

Yang mengerikan, diantara para tokoh yang berada di kelompok yang menakluk kepada Raja dan Ratu Ibils, terdengar sorak-sorai dan tepuk tangan. Mereka itu nampak beringas, seperti harimau-harimau mencium darah, dan semakin tersiksa Si Iblis Buta, semakin gembira suara mereka bersorak-sorak.

"Dinda, hentikan main-main itu. Bereskan dia!" Kembali terdengar Raja Iblis berkata.

"Dukkk...! Aughhhh...!"

Tubuh Siangkoan Lo-jin terjengkang dan terbanting jatuh ke bawah batu. Di atas tanah, tubuh itu berkelojotan akan tetapi tongkat hitam kayu cendana masih saja dipegangnya erat-erat. Kakek itu tewas dengan dada pecah dan dengan senjata masih di tangan!

Sui Cin menahan napas menahan isak. Dia tahu bahwa kakek buta itu juga seorang datuk sesat yang kejam seperti iblis. Akan tetapi melihat kakek ini tersiksa seperti itu, hatinya menjadi panas dan dia membenci Raja dan Ratu Iblis itu. Akan tetapi ia masih ingat bahwa ia tidak boleh sembarangan menurut perasaan hati terhadap dua orang yang benar-benar memiliki kepandaian amat hebat itu. Maka ia menahan diri, sejenak menundukkan muka dan mengumpulkan hawa murni untuk menenangkan batinnya yang terguncang.

Ketika ia mengangkat muka lagi, ia melihat betapa kini para iblis Cap-sha-kui dan semua datuk yang tadinya berdiri dengan sikap menentang di belakang Si Iblis Buta, telah menjatuhkan diri berlutut. Agaknya mereka maklum bahwa setelah suami isteri Kui-kok-pang dan Siangkoan Lo-jin sendiri tewas di tangan pangeran dan isterinya yang mengangkat diri menjadi Raja dan Ratu Iblis, tidak ada harapan lagi bagi mereka untuk dapat menang. Menentang suami isteri yang amat lihai itu berarti mencari kematian yang mengerikan.

Ratu Iblis tersenyum dingin melihat sebelas orang Cap-sha-kui dan dua orang tokoh sesat lainnya berlutut tanda menakluk.

"Kalian tadi berani menentang kami, dan hal itu saja sudah cukup bagi kami untuk membunuh kalian! Akan tetapi karena kalian telah insyaf dan menyerah, kalian harus bersumpah untuk selamanya tidak akan menentang kami lagi. Bersediakah kalian disumpah?"

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: