*

*

Ads

Kamis, 22 Juni 2017

Pendekar Sadis Jilid 128

Setelah memeriksa dengan berindap-indap, akhirnya mereka tiba di luar sebuah ruangan tamu di belakang, dimana pangeran itu suka menerima tamu-tamunya yang penting atau sahabat-sahabat baiknya. Dan ruangan itu masih terang, berarti bahwa Sang Pangeran masih berada disitu, dan terdengarlah lapat-lapat suara orang bicara di balik pintu ruangan itu.

"Dia berada di dalam ruangan menjamu tamunya..." Kim Lan berbisik di dekat telinga Thian Sin.

Thian Sin mengangguk dan balas berbisik,
"Aku akan naik dan mengintai dari atas, engkau harus dapat membuktikan ceritamu kepadaku tadi, baru aku akan turun tangan."

Setelah berkata demikian, sekali berkelebat Thian Sin telah lenyap dari depan wanita itu. Ditinggal seperti ini, Kim Lan terkejut dan gelisah. Akan tetapi ia percaya bahwa pemuda itu pasti mengintai dari atas dan ia harus dapat meyakinkan hati pemuda itu akan kebenaran ceritanya tadi, dan kalau pemuda itu turun tangan, ia yakin bahwa musuh besarnya pasti akan dapat terbunuh dan dendamnya akan terbalas secara memuaskan sekali!

Ia memberi kesempatan beberapa waktu agar pemuda itu dapat menemukan tempat pengintaian yang baik. Setelah lewat beberapa waktu, barulah ia mendorong pintu ruangan itu dan masuk ke dalam ruangan. Perbuatannya ini mengejutkan tiga orang laki-laki yang sedang duduk menghadapi meja dan bercakap-cakap di dalam ruangan itu. Mereka menghadapi cawan dan guci arak dan beberapa macam makanan kering.

Tadinya pangeran tua itu mengira bahwa ada pelayan lancang yang memasuki ruangan, akan tetapi ketika dia melihat siapa yang masuk, alisnya berkerut dan dia bangkit berdiri dengan muka merah karena marah.

"Hemm, perempuan rendah budi! Engkau berani datang lagi ke sini?" bentaknya.

Dari atas atap yang sudah dia lubangi, Thian Sin mengintai. Dia melihat bahwa yang berdiri dan membentak itu adalah seorang laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahun lebih, bertubuh tinggi dan masih gagah, nampak berwibawa namun sikapnya halus sebagai tanda bahwa kakek ini adalah seorang terpelajar tinggi. Mudah baginya untuk menduga bahwa orang inilah yang dimaksudkan oleh Kim Lan, yaitu Toan-ong-ya, Pangeran Toan yang terkenal itu.

Dari teguran itu maklumlah dia bahwa memang benar pangeran itu mengenal baik kepada Kim Lan. Dia melihat Kim Lan menjatuhkan diri berlutut.

"Ong-ya... saya tidak percaya paduka begini kejam! Sesudah membunuh ayahku, suamiku, dan setelah sekian lama saya melayani paduka, kini paduka hendak mengusirku begitu saja!"

"Hemm, engkau tak mungkin lupa akan perbuatanmu yang hina! Engkau hampir berhasil membunuhku dengan meracuni minumanku, dan engkau mengatakan aku yang kejam? Hayo pergi dari sini, jangan engkau injak lagi tempat ini!"

"Tapi... tapi saya mencoba meracuni paduka karena paduka telah membunuh ayahku dan suamiku..."

"Ayahmu dan suamimu mencari mampus sendiri! Sudahlah, pergi kataku!"

Dari atas, Thian Sin mendengar ini semua dan percayalah dia akan kebenaran cerita Kim Lan. Pangeran itu tidak menyangkal telah membunuh ayah dan suami wanita itu, dan Kim Lan juga sudah mengaku telah mencoba meracuni Sang Pangeran, persis seperti yang diceritakan oleh wanita itu kepadanya tadi.

Marahlah Thian Sin. Membunuh ayah dan suami orang, memperkosa isteri orang, dan hal ini dia tidak sangsi lagi melihat bahwa Kim Lan begitu berbakti dan mencinta suaminya sehingga mau meracuni pangeran itu, dan sekarang hendak mengusir wanita itu begitu saja. Jelas bahwa pangeran itu bukan seorang baik-baik!






Dia melihat bahwa dua orang tamu pangeran itu ternyata adalah dua orang laki-laki yang nampak gagah perkasa, yang seorang bertubuh tinggi besar berpakaian seperti petani, sikapnya polos dan gagah, sedangkan yang kedua adalah seorang berjubah hwesio berkepala gundul, berusia sebaya dengan petani itu, yaitu kira-kira empat puluh tahun. Namun dia tidak peduli. Kalau mereka akan mengeroyoknya, terserah, pikirnya. Maka diapun segera menerobos atap dan melayang turun ke dalam ruangan itu.

"Yang berkedudukan mempergunakan kekuasaannya untuk menindas orang, yang kaya-raya mempergunakan hartanya untuk memperbudak orang, yang kuat mempergunakan kepandaiannya untuk bersikap sewenang-wenang, seorang pangeran membunuh dan memperkosa orang seenak perutnya sendiri. Ahah, sungguh dunia sudah penuh dengan manusia-manusia jahat yang harus dibasmi!"

Sementara itu, melihat munculnya seorang pemuda yang menerobos masuk dari atas, maklumlah Pangeran Toan bahwa orang ini tentulah sekutu dari Kim Lan, maka dia sudah mencabut pedangnya dan menudingkan pedang itu ke arah muka Thian Sin sambil membentak,

"Siapakah engkau yang berani memasuki rumah orang tanpa ijin?"

Thian Sin tersenyum.
"Hemm, biarpun engkau seorang pangeran yang kaya raya, apa kau kira boleh membunuh orang tanpa ijin?" Lalu sambil melangkah maju dia menyambung, "Kenalilah, aku adalah wakil orang-orang yang kau bunuh."

Tangannya sudah bergerak menampar ke depan dengan cepat dan kuat. Melihat ini, sang pangeran cepat menggerakkan pedangnya membacok ke arah tangan yang menampar itu. Akan tetapi tamparan itu memang hanya serangan pancingan saja dari Thian Sin. Ketika pedang membacok, dia membuka tangannya dan menerima pedang itu dengan tangan terbuka!

Melihat kenekatan lawan ini, Sang Pangeran sendiri sampai terkejut karena tangan itu akan buntung bertemu dengan pedangnya. Akan tetapi dia kecelik, karena pedang itu terhenti dan sudah digenggam oleh tangan Thian Sin dan begitu pemuda ini menarik dan mengirim tendangan ke arah lengan yang memegang pedang, Sang Pangeran tidak mampu mempertahankannya lagi dan pedang itu telah dapat dirampas oleh lawan!

Selagi pangeran itu terkejut dan terheran, menjadi bengong karena selama hidupnya belum pernah dia menghadapi kelihaian seperti itu, Thian Sin sudah berseru,

"Sekarang terimalah hukumanmu!" Pedangnya menyambar seperti kilat.

"Tranggg...!"

Pedangnya bertemu dengan tongkat yang dipegangnya oleh hwesio itu. Kiranya hwesio itu telah menangkis pedang dengan tongkatnya dan dari getaran pedangnya, Thian Sin tahu bahwa hwesio ini tidak boleh dipandang ringan.

"Omitohud... harap jangan terlalu ganas, orang muda!" kata hwesio itu.

"Persetan dengan kamu! Aku tidak ada urusan denganmu!" bentak Thian Sin sambil terus menerjang Sang Pangeran yang sudah melangkah mundur.

Hwesio itu menerjang dengan tongkatnya untuk melindungi, akan tetapi tiba-tiba pedang itu membalik dan berkelebat menyambar ke arah leher hwesio itu, lalu bertubi-tubi menyerangnya. Hwesio itu terkejut sekali dan sambil memutar tongkatnya diapun meloncat ke belakang. Kesempatan ini dipergunakan oleh Thian Sin untuk menubruk ke depan dan sebelum Sang Pangeran dapat mengelak, pedang itu telah menyambar seperti kilat.

Sang Pangeran mengeluarkan jeritan mengerikan dan nampak darah muncrat dari bawah perutnya karena pedang itu telah menyambar ke arah alat kelaminnya! Pangeran itu terhuyung lalu roboh dan berkelojotan, kedua tangannya mendekap ke arah bagian yang terbabat pedang tadi.

Peristiwa ini sedemikian cepatnya sehingga hwesio dan petani itu sejenak memandang bengong dan dengan muka pucat. Kemudian mereka berdua marah bukan main.

"Penjahat kejam, apa yang kau lakukan?" bentak mereka dan keduanya lalu menyerang Thian Sin dengan gerakan yang amat kuat dan cepat.

Hwesio itu menyerang dengan tongkatnya, sedangkan orang yang berpakaian petani itu telah menyerangnya dengan sebatang golok. Gerakan Si Petani ini tidak kalah tangkas dan kuatnya dibandingkan dengan hwesio itu.

Melihat gerakan mereka, Thian Sin terkejut juga karena dia mengenal gerakan dari ilmu silat partai Siauw-lim-pai. Dia mengelak ke kanan kiri dan tongkat bersama golok itu telah menjadi gulungan sinar yang terus mengejarnya. Thian Sin tahu bahwa lawannya tangguh dan bahwa dia harus bertindak cepat kalau tidak mau keburu datang pasukan pengawal.

Dari luar sudah terdengar ribut-ribut. Maka diapun cepat mainkan Thai-kek Sin-kun, kedua kakinya bergerak dengan langkah-langkah yang hebat dan tahu-tahu tangannya sudah berhasil mendorong kedua orang lawan itu sampai mereka terhuyung ke belakang. Dua orang itu terkejut bukan main karena mereka juga mengenal Thai-kek Sin-kun, akan tetapi mereka tidak mengenal tenaga serangan yang amat dahsyat tadi.

"Kau... kau Pendekar Sadis!" teriak orang yang berpakaian petani.

"Omitohud... yang ini tidak patut dinamakan pendekar, melainkan Penjahat Sadis!" kata Si Pendeta.

"Aku tidak mempunyai urusan dengan kalian!" kata Thian Sin dan cepat dia menyambar tubuh Kim Lan yang berdiri di sudut dengan wajah khawatir, lalu hendak berlari keluar.

"Penjahat kejam jangan lari!" bentak Si Petani dan diapun sudah meloncat dengan cepatnya menerjang Thian Sin sambil menggerakkan goloknya.

"Plakk! Tranggg...!"

Golok itu terlempar dan Si Petani itu jatuh terpelanting ketika Thian Sin menyambutnya dengan pukulan Pek-in-ciang.

Melihat pukulan yang mengeluarkan uap putih itu Si Hwesio yang tadinya juga mengejar, terkejut dan cepat dia menolong temannya yang roboh pingsan, memeriksanya dan baru merasa lega ketika melihat bahwa temannya itu tidak tewas, melainkan terguncang hebat oleh pukulan itu sehingga menjadi pingsan.

Hwesio ini juga mengenal pukulan Pek-in-ciang, semacam pukulan sakti yang kabarnya hanya dimiliki oleh pendekar Yap Kun Liong, seorang locianpwe yang bertapa di Bwee-hoa-san dan yang kabarnya sudah tidak mencampuri lagi urusan dunia.

Para pengawal berserabutan masuk, akan tetapi Thian Sin dan Kim Lan sudah tidak nampak lagi bayangannya. Mereka lalu menolong pangeran itu, akan tetapi terlambat karena pangeran itu telah tewas dengan anggauta kelaminnya terbabat buntung!

Dengan hati penuh duka hwesio dan petani itu membantu keluarga pangeran itu untuk berkabung dan kematian Pangeran Toan ini benar-benar mengejutkan semua orang dan bahkan sempat menggegerkan dunia kang-ouw, terutama para tokoh persilatan di sekitar kota raja.

Pangeran ini dikenal sebagai seorang yang amat akrab dengan tokoh-tokoh kang-ouw, terkenal sebagai seorang budiman dan dermawan. Memang dia terkenal pula sebagai seorang pria yang suka dengan wanita-wanita muda sehingga di samping isterinya, juga di istananya terdapat belasan orang selir yang muda-muda dan cantik-cantik. Namun hal ini bukan merupakan kejahatan apalagi di masa itu dimana seorang bangsawan atau hartawan sudah biasa mempunyai banyak selir muda yang cantik. Pula, tidak pernah terdengar pangeran ini menggunakan kekuasaannya untuk memaksa isteri atau anak orang untuk menjadi selirnya.

Oleh karena itu, pembunuhan terhadap dirinya sungguh mengejutkan dan menggegerkan, apalagi ketika para tokoh itu mendengar bahwa pembunuhnya adalah Pendekar Sadis yang terkenal sebagai pembasmi yang kejam terhadap orang-orang jahat, dan bahwa pembunuhan itu dilakukan karena Sang Pendekar yang kejam itu menuduhnya berbuat kejahatan.

Para tokoh besar dunia kang-ouw yang sudah mendengar akan sepak terjang Pendekar Sadis, yang sudah merasa marah dan menentang, tidak setuju akan kekejaman-kekejaman itu walaupun dilakukan terhadap penjahat-penjahat, kini menjadi marah dan menganggap bahwa Pendekar Sadis itu kini telah menyeleweng dan menjadi Penjahat Sadis!

Ramailah dipersoalkan orang siapa adanya pemuda yang disebut Pendekar Sadis itu. Pendekar Sadis tidak pernah mengakui namanya dan julukannya itupun adalah pemberian orang kepadanya karena sepak terjangnya yang mengerikan. Datangnya seperti setan, tersenyum-senyum, tampan, ganteng, halus sikapnya, suka bersajak dan membaca ayat-ayat suci dari kitab-kitab suci, suka menyuling dan bernyanyi dengan suara merdu, akan tetapi sekali tangannya bergerak, maka lawan akan terjatuh dan tewas dalam keadaan tersiksa dan amat mengerikan!

Belum pernah para tokoh kang-ouw melihat kekejaman yang sehebat itu dan merekapun merasa muak dan menentang keras. Perbuatan seperti yang dilakukan oleh Pendekar Sadis itu sungguh kejam dan tidak patut dilakukan oleh orang yang mengaku Pendekar. Hal ini bisa menodai dan mengotorkan nama pendekar-pendekar di dunia!

Pendekar bukanlah orang yang kejam, walaupun pendekar selalu menentang kejahatan. Bahkan seorang pendekar harus menentang kekejaman, bersikap adil tanpa kejam, mengabdi kebenaran dan keadilan, membela yang lemah tertindas menentang yang kuat sewenang-wenang.

Bahkan dua orang murid Siauw-lim-pai itu, yang malam itu menjadi tamu Pangeran Toan dan bahkan menjadi saksi kekejaman Pendekar Sadis, cepat-cepat pulang ke Siauw-lim-si untuk melaporkan sepak terjang Pendekar Sadis kepada para pemimpin Siauw-lim-pai.

Sementara itu, Thian Sin juga merasa menyesal bahwa dia harus bentrok dengan dua orang yang melihat gerakannya dapat diduga tentu tokoh-tokoh Siauw-lim-pai itu. Akan tetapi dia tidak peduli. Kalau mereka itu membela Toan-ong-ya, berarti mereka membela fihak yang salah, pikirnya. Dengan cepat dia membawa lari Kim Lan dari istana pangeran itu. Dia tidak mau meninggalkan wanita itu disana, karena hal itu sama saja dengan mencelakakannya. Dengan cepat sekali dia telah keluar dari kota raja dan menuju ke kuil yang gelap dan sunyi itu.

Setibanya di luar kuil, dia menurunkan tubuh Kim Lan dan berkata,
"Nah, sudah terbalas dendammu, sekarang pergilah kau."

Tiba-tiba wanita itu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Thian Sin.
"Taihiap... aku merasa berterima kasih sekali kepadamu... dan biarlah aku menyerahkan diriku kepada taihiap untuk membalas budi taihiap..."

"Hemm, pergilah dan jangan kau ganggu aku lagi!" kata Thian Sin.

"Tapi... tapi, taihiap, kemanakah aku dapat pergi? Kalau bertemu dengan kaki tangan dan teman-temannya Pangeran Toan, tentu aku akan ditangkap dan dibunuhnya. Taihiap, mengapa taihiap menolong aku setengah-setengah?"

Thian Sin mengerutkan alisnya, maklum bahwa apa yang dikatakan oleh wanita itu memang ada benarnya.

"Habis, apa maumu?" tanyanya, agak bingung juga.

"Taihiap, biarlah selama taihiap berada disini aku menemani taihiap, aku akan melayani taihiap... dan apapun yang taihiap kehendaki dariku, akan kulakukan dengan senang hati."

Thian Sin tidak menjawab. Dia sendiri bingung apa yang harus dilakukannya terhadap wanita ini. Untuk mengusirnya begitu saja terang tidak mungkin karena tentu wanita ini akan tertimpa malapetaka kalau bertemu dengan orang-orang yang mencarinya.

Kematian Toan-ong-ya tentu akan menggemparkan kota raja dan para penjaga keamanan tentu akan mencari wanita ini. Maka diapun lalu masuk ke dalam kuil, menyalakan lilin. Ketika dia hendak membuat api unggun, dia telah didahului oleh Kim Lan yang tanpa banyak cakap, telah membuat api unggun, kemudian wanita itu duduk di sudut tanpa banyak bergerak, hanya sepasang matanya yang bening itu menatap ke arah pemuda itu.

Thian Sin melirik. Wanita itu memang manis, dengan bentuk tubuh yang padat, kulit leher dan tangan cukup bersih dan halus. Sudah beberapa lamanya dia tidak berdekatan dengan wanita dan wanita ini memang manis, masih muda pula.

"Tidak mungkin aku dapat melindungimu terus, besok aku akan pergi dari sini," tiba-tiba pemuda itu berkata sambil merebahkan dirinya di alas jerami kering.

Kim Lan memandang dengan mata terbelalak, lalu bangkit dan menghampiri duduk di atas jerami dekat dengan Thian Sin.

"Engkau hendak pergi, taihiap? Kemana? Lalu aku... aku bagaimana...?"

Sambil rebah itu Thian Sin memandang. Apa gunanya wanita ini? Dan tiba-tiba dia bertanya,

"Kim Lan, apakah yang harus kulakukan denganmu? Aku mempunyai banyak urusan penting dan aku tidak mungkin dapat melindungimu terus. Aku telah membalaskan sakit hatimu. Besok aku harus pergi untuk mencari seorang musuh besarku yang sampai kini belum juga kutemukan. Aku terpaksa akan meninggalkanmu disini."

"Mencari musuhmu, taihiap? Siapakah yang kau cari? Siapa tahu aku dapat membantumu menemukannya."

Ucapan ini mendatangkan harapan pada Thian Sin.
"Benarkah? Yang kucari itu adalah seorang yang bernama Tok-ciang Sian-jin Ciu Hek Lam, seorang tokoh Jeng-hwa-pang yang kabarnya melarikan diri di kota raja, akan tetapi sampai kini belum juga dapat kutemukan."

Wanita itu nampak termenung dan bibirnya membisikkan nama itu berkali-kali.
"Tok-ciang Sian-jin...? Tok-ciang... ah, pernah aku mendengar nama itu, taihiap!"

Dan iapun mendekat dan jari-jari tangannya memegang lengan Thian Sin karena merasa tegang dan girang.

Pemuda itu merasa jari-jari tangan yang halus itu mencengkeram lengannya, akan tetapi hal ini tidak begitu diperhatikan karena dia sudah bangkit duduk dan memandang dengan sinar mata penuh selidik.

"Benarkah? Engkau tahu dimana dia?" tanyanya.

Kim Lan mengangguk-angguk.
"Sekarang aku teringat. Mendiang suamiku pernah mengirimi kulit harimau yang dipesan oleh ketua Pek-lian-kauw di lereng Tai-hang-san, di dusun yang disebut Dusun Tiong-king. Ya, suamiku pernah bercerita bahwa disitu terdapat seorang kakek yang berjuluk Tok-ciang... yang kuingat hanya Tok-ciang begitu saja, entah Tok-ciang Sian-jin atau Tok-ciang siapa. Suamiku mendengar julukan itu dari percakapan antara para anggauta Pek-lian-kauw ketika dia menantikan pembayaran."

"Bagus sekali!" Thian Sin berseru dengan girang. "Engkau mau membantuku?"

"Tentu saja, taihiap. Setelah apa yang kau lakukan untukku, biar harus berkorban nyawapun untukmu aku bersedia melakukannya!"

"Aku akan mencari harimau dan engkau boleh menawarkan kulitnya ke orang Pek-lian-kauw, dengan demikian engkau dapat menyelidiki dimana adanya orang yang berjuluk Tok-ciang Sian-jin apakah dia itu benar Tok-ciang Sian-jin Ciu Hek Lam atau bukan."

"Baik, taihiap, dengan senang hati. Dan lebih dari itu... kalau engkau menghendaki... aku... aku akan senang sekali menemanimu tidur..."

Wajah itu masih sempat menjadi merah ketika mengatakan hal ini dan matanya mengerling tajam, mulutnya tersenyum. Memang sejak pertemuannya yang pertama dengan pemuda itu, Kim Lan sudah tergila-gila oleh ketampanan wajah Thian Sin, apalagi setelah menyaksikan sepak terjang Pendekar Sadis ini.

Thian Sin tersenyum, lalu meraih dan menarik tubuh wanita itu dalam pelukannya. Tentu saja dia tidak menolak penawaran diri seorang wanita semanis Kim Lan, apalagi karena sudah beberapa lamanya dia tidak pernah menyentuh wanita.

**** 128 ****
Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: