*

*

Ads

Kamis, 15 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 145

"Lihat serangan!"

Tiba-tiba penunggang harimau itu membentak dan harimau itu sudah melompat, menerkam ke arah Ci Kang dan kudanya, sedangkan penunggangnya juga menggerakkan tongkatnya menusuk ke arah mata Ci Kang!

Sungguh hebat bukan main serangan itu dan melihat kenyataan betapa orang ini memberi peringatan sebelum menyerang, dalam bahasa Han yang tidak kaku, Ci Kang dapat menduga bahwa orang di balik kedok sutera hitam itu tentulah seorang pendekar wanita dari selatan!

Menghadapi serangan maut itu, yang amat berbahaya bagi dirinya dan juga kuda yang ditungganginya, Ci Kang bergerak cepat. Tangan kirinya diangkat ke atas menangkis tusukan tongkat.

"Dukkk...!"

Tangan kirinya yang kuat itu bertemu dengan tongkat dan tongkat itu terpental, akan tetapi Ci Kang juga merasa betapa lengan kirinya tergetar. Pada saat itu diapun harus menyelamatkan kudanya, maka dia menggerakkan tombaknya menangkis dua kaki depan harimau yang menerkam itu.

"Bresss...!"

Dua kaki harimau itu tertangkis dan tombaknya dilanjutkan menusuk dada harimau yang masih melompat itu.

"Dukkk...!"

Kini ujung tombaknya ditangkis oleh tendangan wanita penunggang harimau! Ci Kang terkejut sekali. Sungguh hebat gerakan wanita itu dan kini harimau itu sudah menyerang lagi dengan cepat setelah tadi meloncat turun, membalik dan mengaum.

Ci Kang terpaksa memutar tombaknya untuk melindungi dirinya sendiri dan juga kudanya. Dan binatang tunggangannya itu menjadi panik, mengangkat kaki depan ke atas dan meringkik-ringkik ketakutan, juga meronta-ronta. Hal ini sungguh membahayakan dirinya dan hampir saja pundaknya terkena pukulan tongkat. Kalau dilanjutken begini, menunggang seekor kuda yang ketakutan, dia akhirnya akan celaka, pikirnya.

Maka Ci Kang lalu meloncat turun dari atas kudanya dan begitu kuda itu merasa terbebas dari kendali, diapun meringkik dan melarikan diri ketakutan! Kini Ci Kang berdiri di atas tanah, siap dengan tombaknya. Dia merasa penasaran dan marah, apalagi mendengar wanita itu tertawa lirih di balik kedoknya. Engkau curang, pikirnya, mengandalkan harimau itu untuk membikin takut kuda. Maka, melihat harimau itu kembali menubruk, diapun memapakinya dengan tusukan tombaknya yang panjang.

"Tranggg...!"

Ujung tombak tertangkis tongkat baja dan keduanya merasa betapa masing-masing memiliki tenaga sin-kang yang sama kuat. Akan tetapi Ci Kang tidak mau memberi hati dan diapun memutar tombaknya, mendesak dan ujung tombaknya melakukan serangan bertubi-tubi ke arah tubuh harimau!

Maka repotlah penunggang harimau itu yang harus melindungi tubuh harimaunya dengan tangkisan-tangkisan, yang membuat tubuhya kadang-kadang membungkuk ke sana-sini. Karena senjata di tangan Ci Kang jauh lebih panjang, maka mudah bagi pemuda itu untuk menghujankan serangan. Kalau dia menujukan serangannya kepada penunggang harimau itu, tentu lebih mudah bagi lawannya untuk melindungi dirinya dan harimau itu akan merupakan bahaya baginya.

Akan tetapi karena dia menujukan serangan-serangannya kepada tubuh harimau, sebaliknya si penunggang harimau itu yang repot bukan main harus menyelamatkan binatang tunggangannya dari tusukan tombak.

Wanita penunggang harimau itu tentu saja Sui Cin orangnya. Seperti kita ketahui, ia telah dipilih oleh Yelu Kint untuk menjadi murid dan pembantunya. Sui Cin merasa hutang budi kepada nenek itu yang telah menyembuhkannya, bukan saja dari pengaruh racun yang diberikan oleh Kiu-bwe Coa-li kepadanya, melainkan juga nenek Yelu Kim itu telah monyembuhkannya dari penyakit hilang ingatan. Dan kini, atas perintah Yelu Kim, ia maju menghadapi Ci Kang sambil menunggang harimau.

Memang benar bahwa harimau itu telah merepotkan Ci Kang dan membuat pemuda itu terpaksa turun dari kudanya yang ketakutan. Akan tetapi setelah kini pemuda itu tidak lagi menunggang kuda dan menghadapinya di atas tanah dengan tombaknya, kini keadaannya menjadi terbalik.

Sui Cin kini menjadi kerepotan sekali, harus melindungi harimaunya. Ia merasa penasaran dan marah, lalu tiba-tiba ia mengeluarkan suara melengking tinggi dan tubuhnya mencelat ke atas, berjungkir balik beberapa kali lalu meluncur turun menyerang Ci Kang dari udara. Tongkat baja di tangannya diputar dan menghantam ke arah kepala pemuda itu.






Ci Kang terkejut dan cepat menangkis sambil mengerahkan tenaganya. Tongkat bertemu dengan tombak, nampak bunga api berpijar dan keduanya terdorong ke belakang. Sui Cin berjungkir balik lagi dan turun ke atas tanah.

"Houw-ji, mundurlah!"

Ia berkata kepada harimau itu yang mengeluarkan suara menggereng, meringis memperlihatkan taringnya, akan tetapi agaknya binatang ini sudah mengenal dan mentaati suara Sui Cin. Diapun mundur mendekat nenek Yelu Kim yang mengelus kepalanya.

Kini Ci Kang berhadapan dengan Sui Cin, keduanya berdiri tegak tidak menunggang apa-apa lagi.

"Hemm, kini engkau tidak dapat mengandalkan kegalakan macan itu!"

Ci Kang mengejek, diam-diam merasa kagum dan menduga-duga siapa adanya wanita perkasa bangsa Han yang menjadi kaki tangan nenek Yelu Kim ini.

"Lihat serangan!"

Sui Cin membentak marah dan tidak melayani ejekan Ci Kang, tongkat di tangan menyambar ganas. Akan tetapi sambil tersenyum Ci Kang menggerakkan tombaknya menangkis dengan mudah, lalu balas menyerang, menyapukan tombaknya ke arah kaki lawannya. Akan tetapi sapuan tombak itupun dapat dielakkan dengan amat mudahnya oleh Sui Cin, dengan cara meloncat ke atas.

Melihat gerakan loncatan ke atas lalu tongkat di tangan itu langsung menusuk dari atas, diam-diam Ci Kang merasa kagum juga. Bukan main wanita ini, pikirnya, memiliki gin-kang yang amat hebat dan dia harus berhati-hati karena gin-kang sehebat ini dapat mendatangkan kesukaran baginya. Maka diapun menggerakkan tombaknya melindungi dirinya dengan amat kuat, memutar tombak itu sehingga membentuk lingkaran dari gulungan sinar.

Sui Cin yang mengenal Ci Kang dan mengetahui pula bahwa putera datuk sesat Si Iblis Buta ini memang lihai sekali, tidak merasa gentar dan diapun mengandalkan gin-kangnya untuk mengimbangi kecepatan gerakan tombak.

Terjadilah serang-menyerang dan pertandingan yang seru ini membuat semua penonton menjadi gembira. Bagaimanapun juga, jago yang diajukan oleh suku Khin itu adalah orang Han, dan merekapun tidak tahu siapa adanya jago Harimau Terbang yang diajukan oleh nenek Yelu Kim, maka merekapun sukar menentukan siapa yang mereka dukung.

Akan tetapi melihat betapa kedua orang itu berkelahi dengan amat cepat, perkelahian dengan ilmu silat yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya, membuat mereka kagum sekali, juga bergembira.

Akan tetapi, setelah Ci Kang mengerahkan tenaga sin-kangnya dan mengeluarkan semua ilmu silatnya, Sui Cin terkejut sekali. Tadinya ia merasa yakin akan mampu mengatasi pemuda itu mengingat bahwa selama tiga tahun ini ia digembleng oleh Wu-yi Lo-jin. Akan tetapi siapa kira agaknya pemuda itupun selama ini telah memperoleh kemajuan pesat sekali sehingga kini ia sama sekali tidak mampu mendesaknya, apalagi mengatasinya.

Bahkan ia mulai terdesak karena kalah kuat tenaganya walaupun dalam hal kecepatan ia masih lebih unggul. Akan tetapi keunggulan dalam gin-kang inipun ditutup oleh Ci Kang dengan gerakan tombaknya yang luar biasa cepatnya. Tentu saja Sui Cin tidak tahu bahwa seperti juga ia sendiri, pemuda itu menerima gemblengan hebat selama tiga tahun oleh Cui-sian Lo-kai!

Nenek Yelu Kim juga melihat betapa murid atau pembantunya itu sama sekali tidak mampu mendesak pemuda baju kulit harimau yang amat lihai itu, walaupun muridnya tidak dapat dibilang kalah karena keduanya agaknya memiliki kepandaian yang seimbang.

Akan tetapi ia merasa khawatir kalau-kalau Sui Cin kalah. Ia tidak boleh kalah. Kekalahan muridnya itu berarti akan menghancurkan nama besar Harimau Terbang dan akan meruntuhkan namanya pula sebagai orang yang paling disegani diantara suku-suku di utara.

Terutama sekali, kekalahan Sui Cin berarti kegagalannya untuk memegang tampul pimpinan diantara para suku yang hendak berjuang menegakkan kembali kekuasaan utara atas daerah selatan! Maka, diam-diam nenek ini duduk bersila dan mengerahkan semua tenaga batinnya, mulutnya kemak-kemik dan ia mulai mengerahkan kekuatan sihirnya untuk membantu Sui Cin.

Tiba-tiba terjadilah perubahan dalam perkelahian itu. Beberapa kali Ci Kang terhuyung dan kelihatan betapa dia keheranan dan kebingungan, kadang-kadang menggunakan tombaknya untuk menangkis ke kanan, kiri atau belakang, padahal dari tiga jurusan itu tidak ada sesuatu yang menyerangnya.

Memang dia merasa seperti ada angin-angin pukulan menyambar dari jurusan-jurusan ini sehingga dia cepat menangkis, akan tetapi selalu hanya menangkis angin kosong saja. Karena itu, tentu saja Sui Cin memperoleh kesempatan untuk mendesaknya. Gadis ini merasa seolah-olah lawannya menghadapi pengeroyokan. Sejenak ia sendiripun heran melihat perobahan pada lawannya. Akan tetapi iapun lalu teringat kepada nenek Yelu Kim yang pandai sihir dan dapat menduga bahwa tentu nenek itu yang membantunya dengan kekuatan sihir.

Hal ini malah membuat ia merasa jengkel dan marah. Ia belum kalah dan tidak akan kalah, dan sungguh memalukan kalau harus menghadapi Ci Kang dengan pengeroyokan.

Kemarahan ini yang membuat Sui Cin bertindak sambrono. Karena marah, ia menumpahkan kemarahannya kepada lawan di depannya. Tiba-tiba ia mengeluarkan suara melengking keras dan tangan kirinya bergerak ke depan.

Nampak sinar merah disusul teriakan Ci Kang yang kaget dan kesakitan dan tubuh pemuda itupun terjengkang keras, roboh dan tidak bergerak lagi karena dia telah pingsan! Kiranya dalam kemarahannya, Sui Cin telah mempergunakan senjata rahasianya yang ampuh, yang diajarkan ibunya kepadanya. Senjata rahasia itu berupa jarum-jarum halus berwarna merah harum dan beracun!

Inilah senjata rahasia yang biasa dipergunakan oleh golongan hitam dan hal ini tidak mengherankan mengingat bahwa ibu gadis itu, Toan Kim Hong, dahulunya pernah bertahun-tahun terkenal sebagai Lam-sin, seorang datuk sesat dari selatan!

Baru setelah melihat lawannya menggeletak dengan muka pucat dan pingsan, Sui Cin memandang dengan mata terbelalak, merasa menyesal mengapa ia mempergunakan senjata rahasia yang bahkan oleh ibunya sendiri ia sudah dilarang untuk sembarangan mempergunakannya.

Dan dalam penyesalannya, Sui Cin sampai berdiri terbelalak dan seperti orang kehilangan akal, diam saja ketika melihat beberapa orang Khin cepat maju dan menggotong tubuh Ci Kang yang masih pingsan. Sorak-sorai gegap gempita menyambut kemenangan Sui Cin dan kini terdengar suara nenek Yelu Kim yang melengking tinggi mengatasi semua suara sehingga orang orang menjadi tenang mendengarkan.

"Saudara-saudara sekalian yang tercinta. Para dewata telah menunjuk kami sebagai pemenang dan pimpinan. Para jagoan tadi merupakan tenaga-tenaga yang amat baik untuk membantu perjuangan kita, juga pemuda baju kulit harimau itu agar dirawat sebaiknya. Sekarang kita beristirahat dan mempersiapkan diri untuk malam nanti mengadakan pertemuan rapat besar. Jagoku telah menang, berarti kami berhak menjadi pimpinan kalian yang akan membimbing kalian melakukan perjuangan dengan berhasil. Apakah ada yang tidak setuju dan ada yang masih hendak mengajukan jago baru?"

Semua orang menyatakan setuju. Kalau masih ada yang merasa penasaran, merekapun tidak berani bicara terus terang, karena mereka semum merasa segan dan takut kepada nenek Yelu Kim. Apalagi kini nenek itu mempunyai seorang jago yang sedemikian lihainya, sehingga melawanpun tidak akan menang.

Akan tetapi, diantara para kepala suku, ada pula beberapa yang diam-diam merasa tidak setuju kalau perjuangan mereka itu dipimpin oleh seorang wanita, sudah nenek-nenek pula. Sejak dahulu, perjuangan bangsa mereka itu dipimpin oleh orang laki-laki yang gagah perkasa, bukan oleh seorang nenek tua renta. Hal ini sungguh menyinggung rasa harga diri dan kejantanan mereka.

Akan tetapi, sedikit kepala suku itu, termasuk Lam-nong kepala suku Mancu Timur, tidak berani berterus terang, hanya mereka sudah kehilangan gairah untuk melanjutkan perjuangan menyerbu ke selatan kalau dipimpin oleh seorang nenek tua. Dan diam-diam kelompok-kelompok yang tidak setuju inipun meninggalkan tempat itu, tidak ingin menghadiri rapat yang dipimpin nenek itu. Juga Lam-nong mengajak rombongannya untuk kembali ke timur dan tidak mencampuri pemberontakan.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: