*

*

Ads

Jumat, 05 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 12

Diapun menanti dengan hati tegang, tidak dapat menduga dengan siapa dia sebenarnya berhadapan dan dengan perkumpulan macam apa pula.

Siluman itu kini berkata langsung kepadanya,
"Orang muda yang gagah, tidak kelirukah dugaan kami bahwa engkau adalah Pendekar Sadis Ceng Thian Sin?"

Thian Sin merasa tidak perlu untuk menyembunyikan diri lagi maka diapun mengangguk.

Kini terdengar para hadirin saling berbisik dan suasana menjadi tegang. Agaknya kenyataan yang telah diakui oleh orangnya bahwa tempat itu kedatangan Pendekar Sadis, merupakan hal yang mengejutkan mereka. Akan tetapi, siluman itu melangkah maju dan menjura.

"Ah, selamat datang, Ceng-taihiap. Selamat datang! Hayo cepat lepaskan belenggunya dan kalian minta maaf!" katanya kepada dua belas orang yang tadi mengawal Thian Sin.

"Tidak perlu repot-repot!"

Thian Sin berkata dan sekali dia menggerakkan kedua lengannya yang terbelenggu di belakang tubuhnya, terdengar suara "krekk! krekkk!" dan belenggu rantai besi pada kedua tangan itu patah-patah dan runtuh ke atas lantai.

Karena semua orang memandang dengan hati tegang dan suasana amat sunyinya, maka ketika belenggu itu jatuh ke atas lantai batu, terdengar suara nyaring berdenting. Siluman Tengkorak itu tertawa, suaranya terdengar lebih nyaring dari pada denting rantai belenggu.

"Hebat, Ceng-taihiap memang hebat. Silahkan duduk!"

"Terima kasih!" kata Thian Sin dan dia menerima bangku yang disodorkan oleh seorang diantara para anggauta Siluman Tengkorak, lalu duduk menghadapi ketua siluman yang sudah duduk pula itu.

"Ingin sekali saya mendengar apa artinya semua ini. Mengapa penyambutan terhadap saya seperti ini?"

Thian Sin mulai membuka kartunya, tentu saja dengan maksud untuk memancing pembukaan kartu lawan dan untuk melihat apa yang tersembunyi dalam hati pihak lawan.

Siluman itu tersenyum dan wajahnya nampak menyeramkan. Kini Thin Sin merasa yakin bahwa orang itu memakai topeng terbuat dari pada kain atau karet tipis, tidak sehalus topeng yang pernah dipakai oleh Kim Hong ketika menyamar sebagai nenek Lam-sin, akan tetapi juga tidak sekasar yang dipakai para anak buah Siluman Tengkorak itu.

"Pertanyaan itu sebenarnya harus dikembalikan kepadamu taihiap. Seingat kami, kami tidak pernah bersimpang jalan dengan Pendekar Sadis, akan tetapi taihiap telah mendatangi tempat kami dan melakukan penyelidikan. Dari pengamatan kami, kami hanya baru menduga saja bahwa taihiap adalah Pendekar Sadis, oleh karena itu karena taihiap telah memasuki daerah terlarang kami, terpaksa teman-teman kami telah menangkapmu. Setelah berada disini dan kami yakin siapa adanya diri taihiap, tentu saja kami tidak berani mengambil sikap sebagai musuh. Nah, harap taihiap suka jelaskan, mengapa taihiap memasuki daerah kami? Mengapa taihiap mencampuri urusan kami?"

Thian Sin mengangguk-angguk.
"Sebelum saya memberi penjelasan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, lebih dulu saya ingin mengetahui, dengan siapakah sebenarnya saya bicara?"

"Perlukah hal itu taihiap tanyakan lagi? Kalau taihiap sudah datang menyelidiki tempat kami kiranya taihiap sudah dapat menduga siapa adanya saya."

"Saya mendengar tentang nama Siluman Guha Tengkorak, akan tetapi juga mendengar anak buah Siluman Tengkorak menyebut Sian-su."

"Siancai... siancai...! Apa yang taihiap dengar itu sudah cukup, dan terserah kepada taihiap."

"Baiklah, sayapun akan menyebut Sian-su kepadamu. Terus terang saja, selama ini belum pernah saya mendengar tentang Siluman Guha Tengkorak dan hanya secara kebetulan saya melihat seorang bernama Kwee Siu tewas oleh seorang yang memakai pakaian dan topeng sebagai anggauta Siluman Guha Tengkorak. Saya belum pernah bertindak tanpa sebab. Saya mendengar dari mendiang Kwee Siu bahwa Siluman Guha Tengkorak telah membunuh Tujuh Pendekar Tai-goan. Karena itulah saya datang kesini hendak bertemu dengan Siluman Guha Tengkorak dan bertanya mengapa tujuh orang pendekar itu dibunuh tanpa dosa?"






"Ha-ha, sungguh pertanyaan ini terdengar lucu kalau keluar dari mulut Pendekar Sadis! Taihiap sendiri dinamakan Pendekar Sadis karena tindakan taihiap terhadap musuh-musuh taihiap jadi semua tindakan tentu ada sebabnya, bukan? Nah, demikian pula dengan tujuh orang itu. Mereka telah berani menentang kami, maka anehkah kalau mereka itu roboh dan tewas di tangan kami? Kami hanya membela diri, dan dalam perkelahian, wajarlah kalau kematian bagi yang kalah."

"Memang, sebab melahirkan akibat dan akibat menjadi sebab lagi. Kalau Tujuh Pendekar Taigoan menentang dan melawan Sian-su dan para anggautanya, hal itu tentu ada sebabnya pula."

"Dan sebabnya itu apa, taihiap?"

"Ada seorang ibu muda keluarga Cia yang diculik orang dan suaminya seorang di antara Tujuh Pendekar Tai-goan, dibunuh. Apakah itu bukan merupakan suatu sebab yang cukup berat?"

"Siancai... siancai! Cu-wi yang hadir tentu sudah mendengar fitnah-fitnah itu. Ceng-taihiap rupanya juga terkena pengaruh fitnah keji yang dilontarkan kepada kami. Taihiap, lihatlah orang-orang terhormat yang hadir disini! Kalau memang kami demikian jahatnya, apakah mereka itu akan sudi hadir disini dan menjadi pengikut dan saudara sekepercayaan kami? Ketahuilah bahwa kami mengajak semua orang untuk menikmati hidup dan menjadi anggauta agama baru kami. Dan tentang ibu muda keluarga Cia itu... ah, sebaiknya taihiap menyaksikan sendiri. Kebetulan sekali kami sedang mengadakan pesta dan upacara pengangkatan seorang anggauta wanita baru. Lebih baik taihiap menyaksikan sendiri dari pada mendengar fitnah dari mulut lain orang."

Thian Sin tidak dapat membantah lagi. Siluman itu lalu mempersilahkan dengan suara lantang agar semua orang suka mengikutinya ke apa yang dinamakannya sebagai "Panggung Puncak Bahagia" dan semua orangpun berdiri dengan wajah gembira.

"Saatnya telah hampir tiba, mari kita bersiap-siap menyambut turunnya Dewi Cinta dan mempersiapkan upacaranya." Demikian dia berkata dan menghampiri Thian Sin yang masih duduk. "Ceng-taihiap, engkau menjadi tamu kehormatan, silahkan mengikuti kami ke tempat upacara."-

Thian Sin hanya mengangguk, lalu bangkit berdiri dan berjalan mengikuti siluman itu yang diiringkan pula oleh semua yang hadir. Para anggauta siluman menjaga di kanan kiri dan ada pula yang berada di depan dan belakang. Mereka itu rata-rata memiliki kepandaian tinggi dan gerakan kaki mereka hampir tidak menimbulkan suara.

Semua orang kini mendaki anak tangga menuju ke atas yang bertilam permadani merah dan diam-diam Thian Sin memperhatikan kanan kiri. Dindingnya masih terbuat dari pada batu, akan tetapi kini dihias dengan kain-kain sutera, bahkan ada lukisan-lukisan kuno yang indah.

Anak tangga itu memutar beberapa kali, seperti anak tangga yang menuju ke menara sebuah istana kuno. Akan tetapi setelah tiba di bagian teratas, Thian Sin terbelalak penuh kagum. Kalau tadi di kanan kiri anak tangga itu dihias dan diterangi dengan lampu-lampu beraneka warna, kini langit-langit terbuka dan yang menghias langit-langit adalah bintang-bintang yang sinarnya suram karena kalah oleh sinar bulan yang sudah naik tinggi! Bulan sepotong, akan tetapi karena langit bersih, maka cuaca cukup terang.

Kiranya tempat upacara itu berada di atas puncak bukit yang dikelilingi puncak-puncak lain sehingga tidak akan nampak dari jauh, dan puncak itu merupakan tempat datar yang cukup luas, yang dikurung jurang-jurang amat dalamnya sehingga orang tidak akan mungkin menuruni atau naik puncak lewat jurang-jurang itu, kecuali lewat jalan rahasia terowongan!

Luas puncak bukit datar itu tidak kurang dari dua puluh lima kaki tombak persegi, kurang lebih seribu lima ratus meter persegi dan karena terbuka, maka sinar bulan bintang atau matahari dari angkasa dapat menerangi seluruh tempat itu tanpa terhalang sesuatu.

Tempat itu dihiasi pohon, akan tetapi di sekitar tepinya terdapat tanaman bunga-bunga indah, kemudian rumput-rumput hijau seperti permadani, dan di bagian tengahnya diberi rantai tembok yang halus mengkilap. Kursi-kursi berjajar di sebelah kiri dan ke tempat inilah Siluman Tengkorak membawa para tamu. Semua orang dipersilahkan duduk dan Thian Sin sendiri memperoleh tempat duduk kehormatan di sebelah kiri sang ketua atau mungkin juga sang pendeta karena sebutannya Sian-su.

Thian Sin memperhatikan sekeliling. Sungguh merupakan tempat yang tersembunyi dan indah sekali. Tidak nampak dari dunia luar, terlindung dan tersembunyi. Di dekat tempat duduk sang pemimpin terdapat sebuah meja sembahyang. Di samping kiri terdapat sekelompok pemain musik yang pada saat itu memainkan alat musik mereka dengan lembut sehingga membuat suasana menjadi romantis dan syahdu.

Di depan mereka terdapat lantai tembok yang halus itu dan di sana-sini, bahkan sampai ke lapangan-lapangan rumput, terdapat kasur-kasur kecil yang beraneka warna dengan selubung bersulam.

Di tempat-tempat yang dipasang secara nyeni terdapat lampu-lampu dengan penutup warna-warni dan di sana-sini mengepul asap dupa wangi yang mendatangkan rasa nyaman dan menyenangkan. Di sebelah kanan, di tepi tempat itu, terdapat bangunan-bangunan kecil yang agaknya belum selesai dibangun, dan Thian Sin dapat menduga bahwa bangunan-bangunan kecil itu merupakan bangunan yang diperuntukkan para "dewa" seperti biasa dipergunakan untuk tempat arca atau patung yang dipuja orang dalam kuil-kuil.

Akan tetapi yang hebat bukan main adalah kenyataan bahwa pondok-pondok itu kecil seperti pondok boneka itu terbuat dari pada emas terukir indah. Sukar dibayangkan betapa mahalnya membuat pondok-pondok pemujaan dewa-dewa seperti itu.

Tiba-tiba suara musik yang tadinya lembut itu mulai berobah. Sang pemimpin mengangkat tangan kiri ke atas dan suara musik itu berobah menjadi makin keras dan penuh semangat. Dan bersama dengan perobahan suara musik ini, dari sebuah anak tangga kiri, agaknya menembus ke tempat yang lain lagi dari pada ruangan dimana Thian Sin diterima oleh siluman tadi, berlari-larian naik belasan orang wanita.

Mereka, itu semua terdiri dari wanita-wanita yang muda dan cantik-cantik dan mereka memakai gaun panjang tipis yang membuat tubuh mereka nampak terbayang. Gaun dari kain sutera putih yang tembus pandang itu tertimpa sinar bulan dan lampu-lampu, menciptakan lekuk lengkung tubuh ditimpa bayangan-bayangan yang mengairahkan.

Karena mereka adalah wanita-wanita muda, tentu saja tubuh mereka itu padat dan indah. Kaki mereka yang tidak bersepatu itu berlari-larian dan membuat gerakan berjungkit dalam langkah-langkah tarian. Rambut mereka yang hitam panjang terurai lepas ke belakang punggung dan kedua pundak, dihias bunga-bunga putih.

Kedua tangan mereka menyangga baki-baki yang agaknya terbuat dari pada emas pula! Dengan gerakan lemah gemulai dan menggairahkan, lima belas orang penari wanita ini menari dan membuat gerakan berlarian kecil berputaran secara teratur menurut irama musik dan sambil menari mereka itu menggerak-gerakkan tubuh mereka dengan cara-cara yang menimbulkan pesona dan gairah, gerakan pinggul yang memikat dan penuh nafsu, makin lama makin liar ketika musik itu makin nyaring dibunyikan para penabuhnya.

Sejenak Thian Sin sendiri tertarik dan terpesona. Memang indah sekali. Suasananya demikian romantis, sinar bulan dan cahaya lampu-lampu beraneka warna itu, di udara terbuka yang demikian sejuk, dengan harumnya kembang-kembang bercampur wanginya dupa. Dan gadis-gadis itu menjadi semakin cantik menarik karena tertimpa cahaya warna-warni yang redup, dan lekuk lengkung tubuh gempal di balik pakaian yang tembus pandang, suara musik yang merangsang!

Akan tetapi pemuda ini segera dapat menguasai perasaannya dan diam-diam diapun mengerling ke arah para tamu. Dia tidak merasa heran melihat betapa para tamu pria itu semakin terangsang, pandang mata mereka itu berseri-seri penuh nafsu berahi, wajah mereka itu kemerahan, hidung kembang-kempis dan mulut tersenyum-senyum penuh gairah.

Dari samping, nampak betapa sering kalamenjing mereka naik turun ketika mereka menelan ludah. Bahkan ada pula yang memandang dengan mata melotot, seolah-olah hendak menelan bulat-bulat dengan pandang matanya tubuh yang menggairahkan itu. Ada pula yang berpakaian sebagai ahli silat, nampak tenang saja, akan tetapi tangannya mengepal keras, tanda bahwa diapun terpesona dan berusaha untuk menekan perasaannya.

Semua ini nampak oleh Thian Sin dan dia menemukan sebab yang merupakan daya tarik bagi mereka itu, ialah pemuasan berahi dan rangsangan yang agaknya disengaja disajikan kepada mereka oleh wanita-wanita cantik itu. Dan ketika dia mengerling ke arah siluman yang dipanggil Sian-su itu, dia melihat orang bertopeng inipun seperti dia, sedikit juga tidak memperhatikan lagi kepada para penari, melainkan memandang ke kanan kiri, memperhatikan wajah para tamu dengan senyum puas membayang pada topeng tengkoraknya.

Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: