*

*

Ads

Rabu, 03 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 02

Pemerintah daerah yang dibantu oleh para pendekar setempat telah berusaha untuk mencari dan menangkap penjahat itu, namun hasilnya sia-sia. Guha-guha itu telah diperiksa, namun tidak nampak sesuatu yang mencurigakan. Tempat itu memang berbahaya dan tandus, terdapat jurang-jurang dalam dan jalannya amat licin sehingga tidak ada orang yang pernah datang ke tempat yang tidak ada gunanya itu.

Pembunuhan The Si Kun yang menjadi pengantin itu dan penculikan isterinya, yaitu Thio Siang Ci, merupakan kejahatan yang keempat selama hampir dua bulan penjahat itu muncul.

Biarpun orang belum pernah dapat melihat wajahnya karena penjahat itu pandai bergerak cepat seperti menghilang saja, namun orang-orang tahu bahwa penculikan-penculikan wanita dan pencurian itu dilakukan oleh orang yamg sama, yang mereka juluki Siluman Guha Tengkorak karena cara-caranya yang sama, yaitu sebelum datang, telah memberi tanda gambar tengkorak darah dan caranya bekerja juga sama, amat cepat sehingga jarang dapat dilihat orang.

Seperti terjadinya penculikan atas diri Thio Sang Ci, sungguh amat mengherankan dan menakutkan orang. Diluar kamar pengantin itu terdapat dua belas orang nelayan muda yang kuat-kuat dan yang masih berjaga, sama sekali tidak ada yang tidur. Namun, penjahat itu dapat memasuki kamar pengantin tanpa ada yang mengetahuinya-, membunuh pengantin pria yang mungkin melawan dan menculik pengantin wanita.

Peristiwa itu terjadi sedemikian cepatnya sehingga yang terdengar hanya teriakan pengantin pria dan ketika kamar didobrak, penjahatnya telah lenyap bersama pengantin wanita yang diculiknya.

Daerah Guha Tengkorak terletak di luar kota Tai-goan, di sebelah selatan, di lereng Pegunungan Lu-liang-san di lembah Sungai Fen-ho. Guha-guha ini selain sukar dikunjungi dan tidak pernah didatangi manusia, juga angker dan menurut penduduk yang masih percaya akan cerita tahyul, kabarnya tempat itu menjadi sarang para iblis dan arwah-arwah yang penasaran.

Ada yang mengabarkan dengan sumpah betapa mereka mendengar suara-suara aneh dan menyaksikan penglihatan-penglihatan menyeramkan di daerah itu di waktu malam. Tentu saja cerita-cerita ini membuat tempat itu menjadi angker dan membuat orang semakin tidak berani mendekati.

Para pendekar dan juga para komandan penjaga keamanan tahu belaka bahwa tempat itupun menjadi tempat pelarian para buronan. Bagi para penjahat yang menjadi buronan pemerintah, memang daerah itu amat baik untuk menyembunyikan diri. Guha-guha itu mempunyai banyak terowongan-terowongan di bawah gunung yang sambung-menyambung sehingga sekali sang buronan lari memasuki guha yang ada terowongannya, amat sukar untuk dapat ditemukan. Juga amat berbahaya bagi si pengejar karena tempat itu memang berbahaya sekali.

Daerah Guha Siluman ini hanya indah dilihat dari jauh, dari kaki bukit, dan dapat pula dilihat dari Sungai Fen-ho kalau orang naik perahu lewat di kaki bukit itu. Dari jauh nampaklah dinding bukit yang berbatu-batu dan berlubang-lubang dengan lubang-lubang berbentuk tengkorak, seolah-olah dari jauh kelihatan tengkorak-tengkorak yang dipasang berderet-deret di dinding batu karang itu.

Akan tetapi, keindahan ini mengandung sesuatu yang menyeramkan, seolah-olah ada sesuatu yang mengancam mereka yang terlalu lama memandang ke arah tempat itu. Para nelayan menganggap tempat ini sebagai tempat keramat dan mereka selalu menundukkan muka kalau melewati tempat ini dan tidak berani memandang langsung terlalu lama ke arah Guha-guha Tengkorak itu.

Nama Siluman Guha Tengkorak menggegerkan kota Tai-goan dan daerahnya selama kurang lebih dua bulan ini karena sepak terjangnya yang amat mengerikan itu.

Letak daerah Guha Tengkorak hanya tiga puluh li dari Tai-goan. Tentu saja para pendekar di kota Tai-goan merasa penasaran dan marah melihat betapa kota mereka dilanda malapetaka dengan munculnya seorang penjahat yang begitu beraninya.

Perbuatan penjahat itu seolah-olah merupakan tamparan bagi mereka. Mereka, bersama pasukan penjaga keamanan kota, telah berusaha untuk mencari dan menangkap penjahat itu. Namun, penjahat itu benar-benar seperti siluman, kalau nampak bayangannya, sukar disusul dan ketika dicari di daerah Guha Tengkorak, tidak dapat ditemukan jejaknya.

Sudah ada dua orang gadis cantik di kota Tai-goan diculiknya, dan beberapa orang hartawan telah dicuri barang-barang berharga berupa perhiasan-perhiasan mahal yang disimpan di dalam tempat-tempat rahasia.

Di antara para pendekar yang merasa penasaran terhadap Siluman Guha Tengkorak, terdapat seorang laki-laki bernama Cia Kok Heng. Dia bekerja sebagai ahli bangunan bagian pertulangan kayu dan nama Cia Kok Heng ini cukup terkenal di kota Tai-goan sebagai seorang ahli silat, bahkan seorang pendekar karena dia adalah seorang murid lulusan perguruan Hong-kiam-pai (Perkumpulan Pedang Angin) di Tai-goan.

Hong-kiam-pai ini adalah sebuah perkumpulan silat pedang yang menjadi cabang dari persilatan besar Kun-lun-pai. Ilmu Pedang Hong-kiam-hoat (Ilmu Pedang Angin) adalah ilmu pedang dari Kun-lun-pai dan karena perguruan itu khusus mengajarkan ilmu pedang ini, maka tidak memakai nama Kun-lun-pai, melainkan Hong-kiam-pai. Yang menjadi anggota atau murid dari Hong-kiam-pai hanyalah orang-orang yang sudah memiliki dasar ilmu silat yang mahir dan boleh saja memiliki dasar ilmu silat dari partai lain asalkan tingkatnya sudah cukup untuk mempelajari Ilmu Pedang Hong-kiam-sut.






Akan tetapi, Cia Kok Heng memang seorang murid Kun-lun-pai asli sehingga dia memiliki dasar-dasar ilmu silat Kunlun-pai. Dengan adanya perkumpulan Hong-kiam-pai ini maka para pendekar dari semua aliran dapat bersatu dan menjadi murid atau anggota dan karena dia sendiri anggota Hong-kiam-pai, maka tentu saja Cia Kok Heng mengenal banyak pendekar yang juga menjadi anggauta perkumpulan itu.

Kok Heng hidup rukun bersama isterinya dan dua orang anaknya. Dia sendiri berusia tiga puluh tahun dan isterinya berusia dua puluh tujuh tahun. Isterinya adalah seorang wanita yang amat cantik jelita dan biarpun kini telah mempunyai dua orang anak, namun kecantikannya tidak berkurang. Anak mereka, yang pertama laki-laki berusia sembilan tahun dan yang kedua perempuan berusia tujuh tahun.

Hidup mereka tidak dapat dikatakan kaya, namun penghasilan Kok Heng sebagai tukang kayu yang ahli cukup untuk hidup pantas bagi keluarga itu. Cia Kok Heng bukanlah seorang ahli silat biasa saja di kota Tai-goan. Dia adalah seorang diantara Tujuh Pendekar Tai-goan! Dan biarpun diantara mereka bertujuh dia termasuk yang paling muda, namun bukan berarti bahwa kepandaiannya yang paling rendah.

Biarpun tujuh orang pendekar itu belum pernah bentrok sendiri dengan siluman yang mengacau kota mereka namun mereka menaruh perhatian dan sudah sering mereka bertujuh itu berkumpul untuk membicarakan penjahat itu. Bahkan mereka saling berdebat, ada yang percaya akan desas-desus bahwa penjahat itu lihai seperti siluman dan pandai ilmu menghilang, ada pula yang tidak percaya.

Percaya dan tidak percaya mempunyai dasar yang sama. Dasarnya adalah ketidaktahuan. Hanya orang yang tidak mengerti atau tidak tahu sendirilah yang bisa menjadi orang yang percaya atau yang tidak percaya. Oleh karena itu, orang yang percaya dan yang tidak percaya sesungguhnya tidak berhak membicarakan sesuatu yang mereka percaya atau tidak percaya itu, karena keduanya sama-sama tidak mengerti atau tidak tahu.

Kalau sudah tahu, maka tidak mungkin timbul percaya atau tidak percaya lagi. Sebelum manusia mendarat di bulan, gambaran tentang bulan tentu menimbulkan percaya atau tidak percaya, tergantung dari siapa yang menceritakan dan siapa yang mendengarkan. Akan tetapi sekarang, hal itu tidak lagi membutuhkan percaya atau tidak percaya.

Bagaimanapun juga, anehnya, orang-orang yang percaya atau yang tidak percaya inilah, di dalam ketidaktahuan merupakan orang-orang yang paling suka untuk membicarakannya dan memperdebatkannya.

Pagi hari itu, Kok Heng berangkat ke tempat pekerjaannya, di pusat kota dimana sedang diadakan pembangunan oleh kepala daerah, dengan hati agak kesal. Malam tadi isterinya berbelanja ke pasar, isterinya bertemu dengan Phang-kongcu, putera seorang pembesar yang kaya raya dan pemuda itu bersikap kurang ajar. Dengan lagak memikat, Phang-kongcu mengeluarkan kata-kata memuji kecantikannya dan mengatakan sayang bahwa wanita secantik itu hidup miskin.

Demikian kata isterinya dan biarpun Kok Heng menganggap kekurangajaran mulut pemuda bangsawan dan hartawan itu merupakan penyakit umum dan tidak begitu aneh, tetap saja hatinya diliputi rasa cemburu dan penasaran.

Namun, sebagai seorang pendekar dia mampu menenangkan batinnya dan berangkat kerja dengan wajah agak muram. Siang hari itu dia pulang lebih pagi dari pada biasanya. Di depan rumah, dia melihat dua orang anaknya, Cia Liong dan Cia Ling, main-main dengan anak-anak tetangga.

Akan tetapi, timbul keheranannya ketika melihat anak-anak itu berdiri berkerumun di depan dinding dekat pintu, memandang ke arah dinding dan menunjuk-nunjuk, nampak keheranan. Diapun cepat melangkah, mendekat dan tiba-tiba saja wajah pendekar ini berubah merah lalu pucat, dan merah lagi. Matanya terbelalak memandang ke arah dinding yang dirubung anak-anak itu. Di atas dinding putih itu nampak jelas gambar tengkorak dan dilukis dengan darah yang masih mengkilat basah!

"Ayah, apakah itu?" tanya Cia Ling.

Kok Heng menggandeng tangan kedua orang anaknya, membawa mereka masuk rumah setelah dia menyuruh anak-anak lain pulang ke rumah masing-masing. Jantungnya tergetar penuh ketegangan dan hatinya lega ketika dia melihat isterinya menyongsong kedatangannya dari dalam dapur.

"Eh, ada apakah? Engkau kelihatan..." Isteri-nya bertanya khawatir melihat wajah suaminya.

"Tidak apa, tenanglah. Mari kita bicarakan dalam kamar, ajak anak-anak," kata suaminya.

Biarpun sikap suaminya tenang, namun istri pendekar itu dapat menduga bahwa tentu telah terjadi sesuatu. Mereka memasuki kamar dan Kok Heng lalu menceritakan gambar tengkorak yang dilihatnya di dinding rumah mereka.

"Siluman Guha Tengkorak...?” Isterinya berbisik, bibirnya gemetar mukanya pucat.

"Jangan khawatir. Siapapun adanya badut atau penjahat itu, dia akan ketemu batunya sekarang. Aku akan mempersiapkan saudara-saudaraku untuk menghadapinya. Sudah tiba saatnya Tujuh Pendekar Tai-goan bergerak dan membasmi siluman itu," kata Kok Heng dengan penuh semangat.

Sikap dan ucapan suaminya ini membuat hati isterinya agak tenang, biarpun nyonya muda itu masih saja merasa khawatir. Kok Heng lalu menulis sepucuk surat dan minta kepada seorang tetangganya untuk mengantarkan surat itu ke alamatnya.

Keluarga Cia lalu makan siang dan sikap tenang pendekar itu mempengaruhi isterinya yang juga merasa tenang. Mereka melarang anak-anak mereka bermain-main di luar rumah dan karena kesal tidak boleh bermain di luar rumah Cia Liong dan Cia Ling yang mentaati kedua orang tuanya itu lalu tidur di kamar mereka pada siang hari itu.

Kok Heng bercakap-cakap dengan isterinya di ruangan dalam, dan baru sekarang mereka memperoleh kesempatan untuk membicarakan ancaman itu setelah kedua orang anak mereka tertidur.

Kok Heng mengambil pedangnya dan mengeluarkan pedang itu dari sarungnya untuk memeriksanya. Dia sudah bersiap dan kini dia meggantungkan pedangnya di punggung, siap setiap saat menghadapi siluman yang mengancam keluarganya itu.

"Akan tetapi mengapa kita...?" isterinya bertanya dengan wajah yang agak pucat.

Kok Heng memegang lengan isterinya.
"Tenanglah, mukamu begini pucat. Percayalah, kami bertujuh akan dapat menghadapinya, bahkan mungkin menangkap atau membunuh siluman itu."

"Tapi... mengapa kita yang diancamnya? Kita bukan orang kaya..."

"Engkau tahu, isteriku. Siluman itu bukan hanya suka mencuri barang-barang berharga, bahkan suka pula menculik wanita..." Muka yang pucat itu berubah merah.

"Tapi... yang diculiknya selama ini adalah gadis-gadis cantik..."

Kok Heng menatap wajah isterinya dan tersenyum bangga.
"Dan engkau adalah wanita yang amat cantik, yang tercantik di antara mereka."

"Ah, jangan bergurau, suamiku. Aku adalah seorang wanita yang sudah mempunyai dua orang anak..."

"Aku tidak bergurau. Biarpun engkau sudah menjadi ibu dari dua orang anak, akan tetapi engkau masih kelihatan amat muda dan cantik jelita. Ingat saja kekurang ajaran pemuda bangsawan itu..." Tiba-tiba pendekar itu mengerutkan alisnya dan memandang wajah isterinya dengan aneh. Wajah itu menjadi semakin merah.

"Si keparat itu... ah, mengapa engkau memandangku seperti itu...?"

"Pemuda she Phang itu... kemarin dia menggodamu dan hari ini siluman itu memberi tandanya! Hem... ada hubungan apakah diantara kedua peristiwa ini...?"

"Hubungan bagaimana maksudmu?" tanya isterinya bingung. "Pemuda itu adalah putera seorang pembesar, sedangkan siluman itu... bukankah katamu dia itu seorang penjahat besar? Mana ada hubungannya...?"

"Akupun merasa heran, kenapa begini kebetulan ? Ah, biarlah akan kubicarakan dengan saudara-saudaraku."

Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: