*

*

Ads

Minggu, 25 Juni 2017

Pendekar Sadis Jilid 135

Dia sengaja menggunakan kata-kata kaki tangan Toan-ong-ya untuk menyindir kepada mereka.

"Omitohud... Sicu, engkau orang muda, biarpun telah memiliki ilmu silat yang tinggi, namun kurang pengalaman. Tahukah engkau mengapa Toan-ong-ya membunuh dua orang laki-laki yang menjadi ayah dan suami wanita ini?"

Mendengar pertanyaan ini, Thian Sin terperanjat. Baru dia sadar bahwa memang dia tidak mengenal dengan baik siapa sebenarnya diri Kim Lan sebelumnya, dan dia hanya percaya saja kepada cerita wanita ini!

"Mereka adalah pemburu-pemburu binatang liar yang menjadi langganan Toan-ong-ya dan ketika wanita ini mengantar kulit harimau, ia telah ditahan dan diperkosa oleh pangeran itu. Ketika suami dan ayahnya datang untuk menyelidik, mereka dibunuh oleh pangeran itu..."

"Siancai...!" Tosu itu berseru dengan suara panjang. "Pemutar balikan fakta yang sungguh memalukan. Pendekar Sadis, ketahuilah bahwa wanita ini adalah bekas seorang maling tunggal yang terkenal di kota raja. Ia pernah berusaha untuk mencuri di istana Toan-ong-ya, lalu tertangkap, akan tetapi ia diampuni oleh Toan-ong-ya bahkan diberi pekerjaan menjaga keamanan asalkan ia berjanji akan merubah jalan hidupnya. Baru satu bulan dipekerjakan di istana Toan-ong-ya, ia bersekutu dengan dua orang perampok yang memang adalah suaminya dan ayahnya, dan ketika mereka datang malam itu, mereka ini masih tetap diampuni oleh Toan-ong-ya karena selama itu ia telah diambil selir oleh Toan-ong-ya, suatu kesalahan kecil dari mendiang Toan-ong-ya yang mudah dirayu wanita. Akan tetapi, bukan berterima kasih, ia malah hendak meracuni Toan-ong-ya. Bayangkan betapa jahatnya. Akan tetapi Toan-ong-ya tidak menuntut atau membunuhnya, hanya mengusirnya."

"Omitohud, sekarang jelaslah. Agaknya, mendengar akan namamu, Pendekar Sadis, ia telah berhasil membujukmu dan memutar balikkan fakta sehingga engkau tertipu dan mau membunuh orang yang demikian berbudi seperti Toan-ong-ya..."

Thian Sin sudah tidak dapat menahan kemarahannya lagi.
"Kim Lan...!"

Dia memanggil dan menengok, akan tetapi wanita yang tadi berhenti di belakangnya itu tiba-tiba melarikan diri.

"Berhenti kau...!" Tosu Kun-lun-pai itu menggerakkan tangan memukul dari jarak jauh.

"Plakk!" Thian Sin menangkisnya dan tosu itu terhuyung ke belakang.

"Harap locianpwe jangan mencampuri urusanku!"

Thian Sin berkata dan sekali loncat, tubuhnya sudah melesat ke depan seperti seekor burung saja, dan sekali tangannya meraih, rambut Kim Lan telah dijambaknya dan ditariknya dengan kuat sehingga tubuh wanita itu jatuh tergungkur.

Kim Lan meloncat bangun, mencabut sebuah pisau belati dan menusukkan pisau ke perutnya sendiri, akan tetapi sekali renggut saja, pisau itu telah pindah ke tangan Thian Sin dan sebuah tendangan membuat wanita itu terjungkal. Tiga orang kakek itu telah maju mendekat dan hanya menonton. Thian Sin seperti tidak menganggap ada orang lain di tempat itu.






"Kim Lan, hayo katakan, benarkah semua itu? Benarkah bahwa engkau datang pura-pura menggantung diri untuk membujuk dan membohongi aku? Benarkah mereka itu perampok dan engkau pencuri, dan bahwa Toan-ong-ya adalah seorang yang budiman? Hayo jawab sebenarnya!"

Tiba-tiba wanita yang menangis itu menjadi nekat. Dipandangnya Thian Sin melalui air matanya, dan ia berkata,

"Benar, memang benar! Akan tetapi ayahku dan suamiku dibunuh, aku harus membalas dendam, dan engkau taihiap...engkau... aku tergila-gila kepadamu... ahhh!"

"Perempuan iblis, jadi engkau telah menipuku, mataku masih melek seperti hendak kau bikin buta, dan mulutmu pandai sekali membujuk, merayu, berbohong! Rasakan ini!"

Beberapa kali pisau berkelebat. Lima orang kakek itu hendak mencegah akan tetapi menahan tangan mereka karena maklum bahwa selain tidak keburu, juga pemuda itu agaknya tidak mau dicampuri orang lain. Terdengar wanita itu menjerit-jerit mengerikan dan darah muncrat-muncrat dari mukanya.

Kedua matanya telah dicokel keluar oleh pisau di tangan Thian Sin, dan ada dua guratan pisau membentuk palang merobek mulutnya dari pipi di kanan kiri sampai ke dagu. Tentu saja Kim Lan berkelojotan di atas tanah dan karena bibirnya dan pipinya sudah robek-robek, suara yang terdengar dari mulutnya menjadi aneh, seperti suara binatang!

"Inilah biang-keladi semua peristiwa itu, ngo-wi locianpwe. Selamat berpisah!"

Thian Sin melompat dengan cepat tanpa memberi kesempatan lima orang itu menjawab.

Lima orang kakek itu masih terlampau kaget dan ngeri menyaksikan hukuman kejam yang dijatuhkan oleh Pendekar Sadis kepada Kim Lan sehingga mereka tercengang dan tidak sempat menghalangi perginya pemuda itu. Dan pula, apa perlunya menghalanginya.

Mereka datang selain untuk menuntut pembunuhan atas diri Toan-ong-ya, juga untuk memberi nasihat kepada pendekar yang hatinya kejam seperti iblis itu. Dan ternyata, dalam urusan pangeran itu, Pendekar Sadis bukannya sengaja membunuh orang baik-baik, melainkan tertipu oleh wanita ini yang telah dihukumnya pula, sedangkan tentang nasihat, agaknya pemuda itu agaknya tidak dapat dinasihati. Buktinya, baru saja mereka menegur si pendekar itu kembali telah melakukan kekejaman dalam menghukum orang jahat, yaitu terhadap wanita itu, dan di depan mata mereka sendiri malah!

Thian Sin cepat meninggalkan daerah itu. Dia agak merasa gelisah juga setelah pertemuannya dengan lima orang kakek itu. Mengapa dia begitu ceroboh sehingga mudah saja tertipu oleh seorang wanita seperti Kim Lan? Kini dia dihadapkan dalam keadaan yang tidak enak sekali dengan para tokoh pendekar di dunia. Akan tetapi, dia tidak peduli dan hatinya merasa puas setelah dia berhasil membunuh semua musuh orang tuanya.

Dan sekarang tinggal musuh-musuh keluarga Lian Hong! Dan musuh-musuh keluarga Ciu Khai Sun itupun hanya tinggal See-thian-ong, Lam-sin dan Pak-san-kui. Musuh-musuh yang amat berat. Akan tetapi, dia harus dapat mengalahkan mereka, membunuh mereka.

Biarpun bukan tokoh-tokoh besar itu sendiri yang bergerak, namun jelas bahwa orang-orang mereka ikut menyerbu dan menyebabkan terbasminya keluarga Ciu itu. Dan selain keinginannya hendak membalaskan kematian keluarga Ciu itu, ada satu keinginan lain yang pada akhir-akhir ini menyelinap di dalam hati sanubarinya.

Mendiang ayahnya telah gagal menjadi jagoan nomor satu di dunia! Dia, sebagai keturunannya, putera tunggalnya, harus menebus kegagalan itu. Dia harus dapat mengalahkan semua jagoan di dunia, terutama sekali datuk-datuk kaum sesat.

Memang, dia pernah mengalahkan See-thian-ong dan Pak-san-kwi, akan tetapi kemenangannya itu belum mutlak. Barulah kemenangannya akan diakui oleh dunia kalau dia sudah dapat membunuh mereka, yaitu ketiga datuk itu, See-thian-ong, Lam-sin dan Pak-san-kwi! Dan dia akan mencari, akan membunuh mereka selain untuk membalas sakit hati Ciu Lian Hong, juga untuk membikin puas hati mendiang ayahnya bahwa puteranya telah dapat mengalahkan semua datuk di dunia sesat!

Setelah membunuh mereka bertiga, barulah dia akan menghadapi Tung-hai-sian, datuk di timur itu. Biarpun dengan datuk ini dia tidak mempunyai urusan sesuatu, namun untuk dapat mengangkat nama ayahnya dia harus dapat mengalahkan semua datuk, termasuk Tung-hai-sian. Dan puterinya itu, siapa namanya? Ah, ya, Bin Biauw, sungguh cantik jelita, kecantikan yang khas wanita keturunan Korea!

Dia pernah mengalahkan See-thian-ong dan Pak-san-kwi, juga dia pernah bertemu dengan Tung-hai-sian. Hanya Lam-sin saja, datuk kaum sesat dari selatan itulah yang belum pernah dijumpainya, walaupun dia pernah bertemu dengan anak buahnya, yaitu anggauta-anggauta Bu-tek Kai-pang yang rata-rata amat lihai itu.

Juga berita tentang Lam-sin ini amat menarik hatinya, karena tokoh datuk kaum sesat yang satu ini keadaannya diliputi penuh rahasia dan kabarnya lihai bukan main, lebih lihai daripada tiga datuk lainnya. Pula, untuk sementara waktu, memang ada baiknya untuk meninggalkan kota raja sejauh mungkin, apalagi setelah para pendekar merasa tidak senang kepadanya.

Dan tempat tinggal datuk selatan itu tempatnya paling jauh dari kota raja. Dia mendengar bahwa Bu-tek Kai-pang berpusat di Heng-yang, di Propinsi Hu-nan, maka ke sanalah dia pergi. Adapun tentang Lam-sin sendiri, tidak ada yang tahu berada dimana atau dimana tempat tinggalnya. Akan tetapi dia merasa yakin bahwa di sarang Bu-tek Kai-pang, tentu dia akan dapat menemukan ketuanya, yaitu Lam-sin, atau setidaknya, dari para pengemis itu tentu dia akan dapat menemukan alamat Lam-sin.

Sama sekali Thian Sin tidak pernah menduga bahwa dia menuju ke sebuah kota dimana dara yang dicintanya itu, Ciu Lian Hong, pernah tinggal, bahkan tinggal bersama dengan Lam-sin, juga bahwa kakak angkatnya, Cia Han Tiong, bersama ayah dan ibu angkatnya, yaitu Pendekar Lembah Naga, pernah datang ke kota itu dan bertemu dengan Lam-sin!

Bu-tek Kai-pang memang merupakan perkumpulan pengemis yang amat berpengaruh di Propinsi Hu-nan bahkan di seluruh daerah selatan. Bukan hanya karena para pengemis yang bajunya tambal-tambalan dan bersih itu rata-rata berkepandaian tinggi yang membuat para pengemis ini ditakuti orang, akan tetapi terutama sekali karena perkumpulan ini adalah anak buah dari Lam-sin, datuk selatan yang dianggap sebagai datuk semua kaum sesat di daerah selatan. Yang disebut daerah selatan adalah yang berada di sebelah selatan Sungai Yang-ce-kiang.

Lam-sin sendiri merupakan seorang tokoh yang penuh rahasia, jarang ada yang tahu bahwa datuk kaum sesat selatan yang hanya terkenal dengan sebutan Lam-sin (Malaikat Selatan) itu adalah seorang nenek. Bahkan orang-orang di dalam kota Heng-yang di Propinsi Hu-nan itu sendiri, kalau bertemu dengan nenek ini, tidak tahu bahwa ia adalah Lam-sin yang tersohor itu.

Lam-sin tidak pernah keluar turun tangan sendiri menghadapi segala macam urusan. Cukup dengan perkumpulan Bu-tek Kai-pang saja yang membereskan semua persoalan. Memang dalam urusan yang besar, yang tidak mampu dibereskan oleh Bu-tek Kai-pang, seperti ketika ada lima jagoan dari Jepang yang membuat kacau di pantai lautan timur selatan dan yang amat lihai sehingga para pimpinan Bu-tek Kai-pang tidak mampu menundukkannya, Lam-sin sendiri yang turun tangan.

Namun, ia turun tangan di waktu malam dan lima orang jagoan dari Jepang itu tidak tahu orang macam apakah yang menghajar mereka sehingga mereka lari tunggang langgang naik ke dalam perahunya dan tidak pernah berani kembali lagi.

Pendeknya, tokoh Lam-sin ini penuh rahasia dan di manapun ia berada, tidak pernah ia memperkenalkan dirinya kepada orang lain. Bu-tek Kai-pang merupakan nama perkumpulan yang membayangkan ketinggian hati ketuanya. Bu-tek Kai-pang berarti Perkumpulan Pengemis Tanpa Tanding! Dan untuk urusan sehari-hari, perkumpulan ini dipimpin oleh ketua-ketua yang disebut pangcu-pangcu karena Lam-sin sendiri tidak mau disebut ketua pengemis!

Tiga orang pangcu dari Bu-tek Kai-pang adalah orang-orang yang menerima pelajaran ilmu silat langsung dari Lam-sin, dan mereka itupun hanya dikenal julukan mereka saja yang sesuai dengan warna pakaian mereka. Ketua pertama adalah Ang-i Kai-ong (Raja Pengemis Berbaju Merah), ketua ke dua adalah Jeng-i Kai-ong karena pakaiannya yang berwarna hijau dan yang ke tiga adalah Pek-i Kai-ong yang selalu berbaju putih. Tiga orang inilah yang langsung menangani semua urusan kai-pang itu.

Mereka adalah orang-orang yang berilmu tinggi dan amat tunduk dan setia kepada Lam-sin yang merupakan guru mereka. Tentu saja Bu-tek Kai-pang dianggap sebagai perkumpulan kaum sesat dan Lam-sin sendiri juga sebagai datuk sesat karena sepak terjang perkumpulan itu sendiri memang jelas menunjukkan bahwa mereka adalah golongan hitam.

Perkumpulan ini merupakan pemerintah gelap yang menuntut pajak dari tempat-tempat perjudian, pelacuran dan semua penjahat dari golongan apapun di selatan selalu membayar semacam "pajak" atas penghasilan mereka kepada Bu-tek Kai-pang. Kalau hal ini tidak dipenuhi, jangan harap mereka itu akan dapat melanjutkan "pekerjaan" mereka.

Oleh karena itu, tentu saja penghasilan Bu-tek Kai-pang yang masuk amat banyak dan perkumpulan itu memperoleh dana yang lebih dari cukup. Bahkan Lam-sin yang memang tadinya sudah memiliki harta yang besar itu kini hidup serba kecukupan dalam sebuah istana yang indah dan penuh dengan barang berharga.

Ketika pada pagi itu Thian Sin memasuki kota Heng-yang, tanpa bertanya-tanya saja dia sudah dapat melihat ada beberapa orang anggauta pengemis Bu-tek Kai-pang berkeliaran didalam kota.

Pakaian mereka yang tambal-tambalan akan tetapi bersih dan baru itu sudah menunjukkan siapa adanya mereka. Dan mereka itu tidak ada yang mengemis! Mereka berjalan-jalan seperti penjaga-penjaga keamanan saja, dengan sikap yang angkuh dan pendiam, tidak mempedulikan keadaan kanan kiri agaknya.

Ada yang memegangnya dengan tangan, ada pula yang menaruhnya di punggung, akan tetapi setiap orang pengemis Bu-tek Kai-pang selalu mempunyai sebatang tongkat akar bahar yang berwarna hitam dan berlekak-lekuk seperti ular.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: